Pontianak (Antara Kalbar) - Lembaga Swadaya Masyarakat meminta Anyun dan Yohanes Singkul dua warga Desa Batu Daya Kecamatan Simpang Dua, Kabupaten Ketapang Kalimantan Barat dibebaskan dari jeratan hukum yang saat ini sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri Pontianak.

"Demi keadilan dan kemanusiaan kami meminta majelis hakim PN Pontianak agar membebaskan Anyun dan Yohanes Singkul dari jeratan hukum, karena mereka berdua korban kriminalisasi dari pihak perusahaan sawit PT SMP (Swadaya Mukti Prakasa)," kata Eksekutif Daerah Walhi Kalimantan Barat Anton P Widjaya di Pontianak, Selasa.

Kedua warga korban kriminalisasi perusahaan sawit itu masing-masing didakwa atas tuduhan tindak penganiayaan dan membawa senjata tajam dengan tuntutan pidana sebagaimana dibacakan JPU selama 10 bulan penjara. Keduanya didakwa melanggar pasal 351 KUHP dan pasal 2 UU Darurat No. 12/1951.

"Merespons kasus hukum yang dialami kedua warga Batu Daya ini, bagi kami ujian PN Pontianak menjawab kritikan publik atas implementasi hukum di negeri ini yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas," ujar Anton.

Anton mendesak para hakim dalam kasus itu mengedepankan rasa keadilan dan mempertimbangkan aspek sosial dan kemanusiaan dalam memutuskan kasus itu yang rencananya akan disampaikan, Rabu (10/9).

Hakim diharapkan tidak hanya menjadi corong konstitusi semata, tetapi dituntut memahami berbagai bentuk konflik sumber daya alam yang melibatkan masyarakat dengan korporasi, terutama masyarakat Adat Dayak, ujarnya.

Sementara itu, Direktur Link-AR Borneo, Agus Sutomo menyatakan nuansa kriminalisasi kasus yang menimpa dua warga Batu Daya itu sangat kental. Penangkapan warga dengan tuduhan penganiayaan karena salah satu dari anggota Brimob Polda Kalbar yang juga ketua regu terlempar benda keras saat aksi damai warga hanyalah dampak, bukan persoalan dasar.

Demikian pula tuduhan karena membawa senjata tajam pada saat kejadian bentrok antar warga dengan anggota kepolisian sebagaimana yang dialami Yohanes Singkul, kata Sutomo.

Sutomo menambahkan kejadian sesungguhnya baik anggota Brimob maupun warga sama-sama korban. "Karena kepala Desa Batu Daya pada saat kejadian, disekap dan dipukuli pihak satpam perusahaan dan anggota Brimob hingga babak belur, bahkan pingsan dengan luka di bagian kepala," ungkap Sutomo.

Menurut dia tidak adanya niat baik untuk pemenuhan hak masyarakat dengan janji-janji yang tak kunjung dipenuhi oleh pihak perusahaan sehingga menyebabkan warga Batu Daya untuk kesekian kalinya kembali mendatangi Camp perusahaan, 26 Oktober 2013.

Karena ada perlawanan untuk menghalang-halangi warga yang berniat memasuki wilayah Camp PT SMP oleh aparat yang berjaga ditambah suara tembakan peringatan, maka kejadian bentrok tidak terhindarkan.

"Karena itu, kami menunggu majelis hakim yang menangani kasus ini membuat keputusan yang adil dan berkualitas," katanya.

Kedua warga Batu Daya itu didampingi oleh penasihat hukum dari Gerak Bantuan Hukum Rakyat Kalimantan, Ivan Valentino, Syahri, dan Fitri

Majelis Hakim yang memimpin sidang kasus tersebut, yakni Sri Wanti Warni yang didampingi Erwin Djong dan Syofia sebagai hakim anggota.

(A057/N005)

Pewarta: Andilala

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2014