Sintang (Antara Kalbar) - Dari 26 unit mobil angkutan kota jurusan Sungai Durian Pasar Inpres, hanya  15 unit kendaraan yang masih beroperasi. Pertumbuhan kendaraan pribadi meningkat pesat, sehingga untuk mendapat penumpang pun semakin tersendat.

Jojo,  salah seorang sopir angkot yang masih bertahan hingga saat ini. Dia sudah 7 tahun menjadi sopir angkot. Dia berkisah, sekarang yang berlaku adalah hukum alam. Siapa yang masih kuat mampu bertahan, apabila tidak kuat maka menyerah dengan keadaan. Hal inilah yang terjadi, sehingga banyak pemilik angkot memilih  untuk mengandangkan angkot mereka daripada harus merugi.

Maraknya jumlah kendaraan bermotor saat ini, sangat mempengaruhi pendapatan mereka. Sekarang semakin banyak orang yang memilih membeli kendaraan bermotor daripada menumpang angkot. Hal ini membuat jumlah penumpang angkot semakin berkurang dan berdampak langsung pada pendapatan mereka sehari-hari.

Masalah izin trayek angkutan pedesaan yang tidak tertib juga menjadi keluhan mereka. Angkutan pedesaan yang membawa penumpang dari luar kota, seharusnya sampai ke pasar Inpres, lebih memilih membawa penumpang langsung ke Terminal Sungai Durian. “Kami hanya perlu ketegasan,” ujarnya

Dengan tidak tegasnya aparat terkait yang tidak pernah memberikan sanksi apapun kepada para supir angkutan pedesaan nakal, maka membuat para sopir angkot jurusan Sungai Durian-Pasar Inpres jengah.

Jalan yang rusak di kota  Sintang pun menjadi kendala tersendiri buat mereka. Hal itu menambah lama perjalanan mereka mengantar para penumpang.
Untuk pendapatan, biasanya Jojo mendapat penghasilan sekitar Rp200 ribu perharinya. Uang tersebut digunakan untuk setoran kepada pemilik trayek sebesar Rp70 ribu, BBM 10 liter dan retribusi terminal Rp20 ribu. Jika dihitung dia hanya mampu membawa pulang uang kurang dari separuh pendapatan per hari mereka.

Bahkan terkadang tak jarang uang setoran mereka kurang dari jumlah yang seharusnya. Pemilik trayek pun mau tidak mau memaklumi keadaan. Karena memang jumlah penumpang angkot sangat jauh berkurang. Dalam sekali jalan biasanya mereka hanya mampu mendapatkan penumpang sekitar 4-5 orang saja.

Dalam hal ini kebijakan Pemkab sangat diperlukan, terutama masalah izin trayek angkutan. Peraturan yang dibuat benar-benar untuk dipatuhi bukan untuk diabaikan. Aparat terkait harusnya lebih tegas dalam menindaklanjuti keluhan para sopir angkutan kota ini.
 
Kesal
 
Sementara, Bangun, salah seorang penumpang angkot jurusan Sungai Durian-Pasar Inpres, seringkali kesal ketika menunggu angkot yang tak kunjung lewat. Padahal dia sangat bergantung sekali dengan kendaraan tersebut. Setiap harinya dia paling tidak harus menunggu kurang lebih 1 jam untuk bisa mendapatkan angkot.

“Terlambat kerje terus saye dibuatnye,” tukasnya.

Kenaikan BBM beberapa waktu lalu sempat membuat mereka resah. Karena mau tidak mau pemilik angkot harus menaikkan tarif angkutan, dari sebelumnya sebesar Rp5 ribu menjadi Rp7 ribu.

Kondisi itu membuat mereka semakin khawatir penumpang akan semakin jauh berkurang. Walaupun harga BBM turun beberapa waktu lalu, tarif angkutan pun ikut turun ke tarif normal Rp5 ribu. Tetapi keluhan yang sama tetap saja masih ada. Penumpang angkot tetap saja masih langka.

Pewarta: Faiz

Editor : Zaenal A.


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015