Pontianak (Antara Kalbar) - Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS)
Marwan Batubara menyatakan dukungannya terhadap kebijakan "Petroleum Fund" atau kebijakan dana khusus guna mengantsipasi fluktuasi harga minyak dunia.

"Namun sebelum kebijakan dana khusus guna mengantsipasi fluktuasi harga minyak dunia diberlakukan, para pengambil kebijakan perlu mempertimbangkan dan menjelaskan ke publik tentang konsep petroleum fund dengan dana stabilisasi harga BBM, serta tujuan penerapan masing-masing," kata Mawran Batubara saat dihubungi di Jakarta, Jumat malam.

Secara global, petroleum fund (PF), terutama digunakan menjamin adanya disiplin fiskal, mencari cadangan Migas baru, mensimulasi pengembangkan EBT, mengurangi ketergantungan pada pendapatan Migas dan menciptakan mekanisme distribusi pendapatan Migas secara adil dengan generasi mendatang.

Mantan Wamen ESDM Widjajono Partowidagno mengatakan PF dapat pula digunakan untuk meningkatkan kemampuan SDM, kualitas informasi konsesi Migas yang ditawarkan dan dana litbang, kata Marwan.

"Sedangkan dana stabilisasi BBM terutama diterapkan dalam rangka menciptakan stabilisasi harga BBM dalam periode tertentu yang lebih panjang akibat fluktuasi harga minyak, termasuk menerapkan pajak BBM yang tinggi saat harga minyak rendah dan sebaliknya," ujarnya.

Petroleum Fund bersifat jangka panjang yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai pengelolaan SDA yang berkelanjutan dan berkeadilan bagi generasi mendatang, sedang dana stabilisasi bersifat jangka pendek guna mengatasi fluktuasi harga dalam konteks optimasi manajemen anggaran dan dampaknya pada sektor lain, katanya.

Sementara, dalam tataran operasional penerapan PF memerlukan pemberlakuan UU Migas baru, termasuk menetapkan lembaga baru sebagai pelaksana dan kuasa pengguna anggarannya. Sedangkan penerapan dana stabilisasi dapat diakomodasi dalam UU APBN yang dibahas setiap tahun dan kuasa penggunaan anggarannya adalah Kementerian ESDM atau Pertamina.

RUU APBN 2016 telah disampaikan presiden kepada DPR RI dan DPD RI 14 Agustus 2015 dan akan ditetapkan menjadi UU APBN 2016 oleh DPR pada Oktober 2015. Sedangkan RUU Migas belum tentu ditetapkan pada 2015 dan harus menunggu beberapa bulan atau tahun untuk pemberlakuan PP dan Permen ESDM di bawah UU Migas sebelum kebijakan PF atau dana stabilisasi BBM dijalankan. "Jika harga minyak dunia mendadak naik kembali dan kurs rupiah terus menurun, rakyat akan menanggung beban kenaikan harga BBM atau Pertamina akan menanggung kerugian karena belum tersedianya peraturan yang mendukung pelaksanaan Petroleum Fund, kata Marwan.

"Dalam kondisi perpolitikan Indonesia saat ini, dana stabilisasi harga BBM dapat berperan sebagai dana pengganti subsidi APBN. Faktanya pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla pun gamang menerapkan kebijakan harga BBM sesuai harga keekonomian yang telah ditetapkan sendiri, sesuai Perpres No. 191/2014. Sehingga, karena "takut" menaikkan harga BBM, pemerintah memaksa Pertamina menjual BBM dalam kondisi merugi.

"Demikian pula dengan sikap seluruh fraksi di DPR yang tidak mendukung kebijakan harga BBM sesuai nilai keekonomian," katanya.

Menurut IRESS, pencabutan subsidi BBM hanya layak diterapkan sepanjang pemerintah telah mampu menciptakan sistem subsidi langsung yang tepat sasaran. Namun, besarnya subsidi yang dianggarkan di APBN dapat ditetapkan pada angka tertentu yang layak (fixed subsidy).

Oleh sebab itu, terlepas bahwa pemerintah sudah membuat kebijakan harga BBM sesuai nilai keekonomian sesuai Perpres N0. 191/2014, yang ternyata tidak konsisten dijalankan. Subsidi APBN tetap harus dianggarkan dalam APBN dan mekanismenya dijalankan melalui pemberlakuan dana stabilisasi BBM dalam UU APBN 2016.

Guna menjaga wibawa, pemerintah mungkin saja enggan menarik kebijakan Perpres No.191/2014 yang telah dikeluarkan. Namun sikap yang tidak konsisten dan tidak kesataria ini dapat mengorbankan rakyat, BUMN dan kepentingan ketahanan energi nasional.

Oleh sebab itu, IRESS meminta agar pemerintah dan DPR segera menerapkan kibijakan dana stabilisasi BBM dan mengalokasikan anggarannya dalam APBN 2016. Adapun kebijakan PF yang memang mendesak pula diadopsi, penerapannya dapat dijalankan terpisah dari dana stabilisasi BBM melalui ketentuan dalam UU Migas baru yang sedang disusun, katanya.

Pewarta: andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015