Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Musim kemarau yang panjang dan harga karet yang jatuh membuat cukup banyak masyarakat yang mulai mengalami krisis pangan.

Di Melawi, krisis ini sudah dirasakan oleh masyarakat Dusun Saka Dua, Desa Penyengkuang, Kecamatan Sokan dimana mereka kini mulai memakan nasi gadung, nasi yang dimasak dengan dicampur dengan ubi-ubian yang tumbuh di dalam hutan akibat sulitnya mendapat bahan pangan.

Saka Dua merupakan daerah terpencil yang berjarak ratusan km dari ibukota Nanga Pinoh. Akses dusun ini sangat sulit, karena hanya bisa memanfaatkan jalur sungai Pinoh saja. Dusun ini bahkan merupakan dusun terujung di kabupaten Melawi dekat perbatasan Kalteng.

Krisis pangan di Saka Dua sendiri diungkapkan oleh warga Sokan, Bambang.  Kondisi masyarakat yang mulai makan nasi campur gadung tersebut diketahuinya ketika pergi ke Dusun Saka Dua Desa Penyengkuang Kecamatan Sokan beberapa pekan lalu. Pada kesempatan itu, dia hanya menemukan 10 Kepala Keluarga yang sudah makan nasi campur gadung, kondisi tersebut sudah berlangsung hampir tiga bulan.

"Saya melihatnya langsung dengan mata kepala saya sendiri.  Saya benar-benar tidak nyangka, kalau ada warga yang sudah makan nasi campur gadung," ungkapnya.  

Gadung merupakan sejenis makanan umbi-umbian dihutan. Saat masyarakat masih memproduksi karet dalam bentuk lempengan, gadung memang cukup dikenal. Karena bagi petani yang nakal, gadung digunakan sebagai bahan campuran getah karet untuk menambah berat karet yang dicetak oleh petani.

"Cara masaknya kalau untuk dimakan, gadung dicampur dengan beras, lalu kemudian dimasak seperti menanak nasi biasa," ujarnya.

Bambang menyampaikan, faktor yang menyebabkan masyarakat di sana sampai makan nasi campur gadung tersebut, diantaranya karena faktor kesulitan ekonomi, tingginya harga barang, masyarakat kehabisan stok pangan, dan murahnya harga karet yang harganya disana saat ini hanya mencapai Rp4 ribu per kilogram.

"Minyak goreng Rp10 ribu satu ons, mi instan Rp5 ribu per bungkus, telur Rp3 ribu per butir, beras Rp20 ribu per kilogram, tukar tabung gas 3 Kg Rp50 ribu per tabung. harga barang tinggi dikarenakan sulitnya angkutan barang akibat Sungai Pinoh yang terputus disebabkan kemarau. Saat musim kemarau, angkutan barang hanya bisa  menggunakan kendaraan roda dua," ujarnya.

Ia pun berharap Pemkab bisa mengambil langkah untuk membantu warga setempat agar tidak terjadi kelaparan. Apalagi saat ini kondisi masyarakat juga semakin memprihatinkan. (Ekos/N005)

Pewarta: Eko S

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015