Nanga Pinoh (Antara Kalbar) - Agenda DPRD Melawi untuk menggelar rapat bersama PT Rafi Kamajaya Abadi (RKA) pada Rabu,  akhirnya gagal.

Tanpa alasan yang jelas, perusahaan perkebunan yang beroperasi di wilayah Belimbing dan Nanga Pinoh itu tak menghadiri undangan dewan. Padahal agenda rapat ini terbilang penting, mengklarifikasi berbagai persoalan di perkebunan, dari soal pembagian lahan plasma sampai soal tak dibayarnya pekerjaan kontraktor dan buruh sepanjang tahun ini.

Ketua DPRD, Abang Tajudin di depan sejumlah media mengungkapkan DPRD mengundang PT Rafi untuk meminta penjelasan terkait berbagai persoalan yang banyak dikeluhkan oleh sejumlah pihak, termasuk masyarakat desa yang masuk dalam areal garapan perkebunan.

"Agenda kita jam 09.00 WIB meminta keterangan dari PT Rafi, tapi sampai jam 11.00 WIB mereka tak juga datang. Sementara persoalan di perusahaan ini semakin banyak saja," terangnya.

Tajudin pun mengaku kecewa dengan sikap PT Rafi yang tak menghadiri undangan DPRD. Padahal pertemuan ini dilakukan untuk memperoleh kejelasan terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat serta pekerja yang ikut beraktivitas di perkebunan tersebut.

"Kita ingin ikut mencari solusi. Dewan ikut proaktif agar tak ada kesan pembiaran. Nanti kalau tak ditindaklanjuti malah menyalahkan dewan. Karena gejolak di PT Rafi juga bisa memunculkan instabilitas keamanan di Melawi yang kini sedang menghadapi Pilkada serentak," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi C, Malin mengungkapkan DPRD ingin mengklarifikasi sikap PT Rafi terkait komitmen perusahaan ini terhadap penyelesaian persoalan dengan masyarakat.

"Karena dalam beberapa bulan terakhir, bukannya makin berkurang, tapi justru malah bertambah saja persoalan di perusahaan itu. Terutama terkait aktivitas PT Rafi," paparnya.

Malin menerangkan, ada kegelisahan masyarakat terkait tindak tanduk PT Rafi, mulai dari soal pembagian lahan plasma, serta kegiatan yang dihentikan sepihak tanpa adanya pembayaran kepada kontraktor dengan alasan audit internal sampai juga masalah kebakaran lahan di wilayah PT Rafi sehingga ikut menyumbangkan asap di Melawi.

"Soal lahan plasma, PT Rafi sudah panen buah, tapi masyarakat gigit jari. Tak jelas bagaimana pembagiannya. Kemudian soal pekerjaan yang belum dibayar, alasan perusahaan sedang audit, tapi sampai kapan auditnya?" katanya.

Disisi lain, ungkap Malin, adalah persoalan kontraktor yang beraktivitas di Rafi jumlahnya mencapai lebih dari 280 kontraktor. Beda dengan kontraktor proyek, di perkebunan PT Rafi yang menjadi kontraktor adalah mereka yang memiliki lahan atau menyerahkan lahan. Bukan karena memiliki perusahaan atau modal.

"Dulu Rafi itu tak punya karyawan, tak ada buruh. Kontraktor itulah buruh dan karyawan Rafi. Hanya baru dua tiga bulan ini, Rafi rekrut buruh dari luar. Nah kalau sudah begini, masyarakat juga yang gigit jari. Dulu mau serahkan lahan karena tergiur jadi kontraktor. Sekarang setelah pekerjaan dihentikan perusahaan, masyarakat mau kerja apa. Mau noreh, kebun sudah diserahkan ke perusahaan," katanya. (Ekos/N005)


Pewarta: Eko S

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2015