Pontianak (Antara Kalbar) - The Tanjungpura Time menggelar diskusi bersama UMKM untuk memberikan solusi dari berbagai masalah yang dihadapi para pelaku usaha dalam menembus pasar masyarakat ekonomi ASEAN.
"Seperti yang kita ketahui, MEA menghadirkan sejuta peluang dan tantangan bagi para pelaku UMKM di Kalimantan Barat. Namun, masih ada kesulitan yang dihadapi oleh UMKM dalam bersaing di era pasar bebas MEA 2016 adalah lemahnya marketing, packaging, branding dan promosi serta penetrasi pasar di luar negeri," kata Pemred The Tanjungpura Times, Syarifuddin Ariansyah di Pontianak, Sabtu.
Di samping itu, lanjutnya, banyaknya produk hasil UMKM Kalbar yang belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) serta ISO 9002 membuat produk itu sulit menembus pasar ASEAN, bahkan nasional.
Padahal, menurutnya, SNI sangat diperlukan karena merupakan tuntutan dari pelanggan, serta untuk menenangkan persaingan dan peningkatan efisiensi.
"Selain itu, sudah saatnya, para pelaku UMKM di Kalbar juga harus dapat menerapkan GMP (Good Manufacturing Practzces), dalam pengolahan produknya guna mencegah dan mengendalikan bahaya yang berhubungan dengan produk dan memastikan satu produk aman serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan pekerja," tuturnya.
Terkait hal itu, menurutnya, peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kota Pontianak dalam melaksanakan penerapan standarisasi bagi produk UMKM sangat diperlukan guna mendukung dan meningkatkan kualitas baik aparatur di organisasi maupun produk unggulan daerah yang dihasilkan sehingga dapat bersaing di pasar lokal, nasional, dan internasional.
"Diharapkan, dengan adanya diskusi ini bisa memberikan banyak masukan bagi UMKM yang ada di Kalbar, agar produk kita bisa menembus pasar internasional," katanya.
Di tempat yang sama, pembicara dari Kantor Perwakilan BI Kalbar, Iqbal mengatakan era pasar bebas atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah dimulai. Terkait hal itu, Bank Indonesia Kalbar melalui Corporate Social Responsibility (CSR) telah membina pelaku UMKM di Kalbar melalui Inkubator Bisnis Bank Indonesia, sehingga dapat memenuhi persyaratan untuk mendapat permodalan dari perbankan.
Terkait kesiapan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalbar itu, dalam menghadapi era pasar bebas MEA, BI Kalbar melatih UMKM dalam bidang hard skill dan soft skill.
"Soft skill yang dimaksud adalah bagaimana para pelaku UMKM dapat bertahan terhadap tekanan, serta bagaimana mereka dapat bangkit kembali setelah mengalami kebangkrutan. Selain itu, mereka juga dibiasakan bersaing secara positif antar sesama pelaku UMKM. Sementara itu, terkait hard skill, kita juga telah melatih keterampilan teknis, seperti pengolahan bahan mentah menjadi barang kerajinan yang punya nilai jual tinggi," tuturnya.
Menurutnya, dengan adanya MEA, maka arus perdagangan barang dan jasa akan dikenakan tarif yang sangat rendah. Hal ini sebenarnya merupakan peluang bagi produk UMKM kita untuk dapat menembus pasar negara-negara Asean lainnya.
Mewakili Wali Kota Pontianak, Asisten I Sekda Pontianak, Rudi Enggano Kenang mengatakan, untuk mempersiapkan UMKM menjalani MEA, pemerintah Kota Pontianak telah memangkas sepuluh ijin pendirian usaha bagi pelaku UMKM di Pontianak.
Di samping itu, pemerintah Kota Pontianak juga telah menjalin kerjasama dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia untuk memasarkan produk olahan lidah buaya.
"Pemerintah Kota Pontianak juga memasang iklan mengenai Kota Pontianak di majalah milik beberapa maskapai penerbangan nasional. Dan baru-baru ini, Pemerintah Kota Pontianak juga sukses mengadakan Proloc Market, sebuah pameran produk lokal para pelaku UMKM Pontianak khususnya di bidang industri kreatif, yang bertempat di Pontianak Convention Center dan dalam waktu dekat, Pemerintah Kota Pontianak berjanji akan mengadakan Sunday Market dan Monday Market," katanya. ***3***
(KR-RDO)
Nurul H
(U.KR-RDO/B/N005/N005) 09-04-2016 22:01:47
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016
"Seperti yang kita ketahui, MEA menghadirkan sejuta peluang dan tantangan bagi para pelaku UMKM di Kalimantan Barat. Namun, masih ada kesulitan yang dihadapi oleh UMKM dalam bersaing di era pasar bebas MEA 2016 adalah lemahnya marketing, packaging, branding dan promosi serta penetrasi pasar di luar negeri," kata Pemred The Tanjungpura Times, Syarifuddin Ariansyah di Pontianak, Sabtu.
Di samping itu, lanjutnya, banyaknya produk hasil UMKM Kalbar yang belum memiliki Standar Nasional Indonesia (SNI) serta ISO 9002 membuat produk itu sulit menembus pasar ASEAN, bahkan nasional.
Padahal, menurutnya, SNI sangat diperlukan karena merupakan tuntutan dari pelanggan, serta untuk menenangkan persaingan dan peningkatan efisiensi.
"Selain itu, sudah saatnya, para pelaku UMKM di Kalbar juga harus dapat menerapkan GMP (Good Manufacturing Practzces), dalam pengolahan produknya guna mencegah dan mengendalikan bahaya yang berhubungan dengan produk dan memastikan satu produk aman serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan pekerja," tuturnya.
Terkait hal itu, menurutnya, peran Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat dan Pemerintah Kota Pontianak dalam melaksanakan penerapan standarisasi bagi produk UMKM sangat diperlukan guna mendukung dan meningkatkan kualitas baik aparatur di organisasi maupun produk unggulan daerah yang dihasilkan sehingga dapat bersaing di pasar lokal, nasional, dan internasional.
"Diharapkan, dengan adanya diskusi ini bisa memberikan banyak masukan bagi UMKM yang ada di Kalbar, agar produk kita bisa menembus pasar internasional," katanya.
Di tempat yang sama, pembicara dari Kantor Perwakilan BI Kalbar, Iqbal mengatakan era pasar bebas atau Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sudah dimulai. Terkait hal itu, Bank Indonesia Kalbar melalui Corporate Social Responsibility (CSR) telah membina pelaku UMKM di Kalbar melalui Inkubator Bisnis Bank Indonesia, sehingga dapat memenuhi persyaratan untuk mendapat permodalan dari perbankan.
Terkait kesiapan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kalbar itu, dalam menghadapi era pasar bebas MEA, BI Kalbar melatih UMKM dalam bidang hard skill dan soft skill.
"Soft skill yang dimaksud adalah bagaimana para pelaku UMKM dapat bertahan terhadap tekanan, serta bagaimana mereka dapat bangkit kembali setelah mengalami kebangkrutan. Selain itu, mereka juga dibiasakan bersaing secara positif antar sesama pelaku UMKM. Sementara itu, terkait hard skill, kita juga telah melatih keterampilan teknis, seperti pengolahan bahan mentah menjadi barang kerajinan yang punya nilai jual tinggi," tuturnya.
Menurutnya, dengan adanya MEA, maka arus perdagangan barang dan jasa akan dikenakan tarif yang sangat rendah. Hal ini sebenarnya merupakan peluang bagi produk UMKM kita untuk dapat menembus pasar negara-negara Asean lainnya.
Mewakili Wali Kota Pontianak, Asisten I Sekda Pontianak, Rudi Enggano Kenang mengatakan, untuk mempersiapkan UMKM menjalani MEA, pemerintah Kota Pontianak telah memangkas sepuluh ijin pendirian usaha bagi pelaku UMKM di Pontianak.
Di samping itu, pemerintah Kota Pontianak juga telah menjalin kerjasama dengan maskapai penerbangan Garuda Indonesia untuk memasarkan produk olahan lidah buaya.
"Pemerintah Kota Pontianak juga memasang iklan mengenai Kota Pontianak di majalah milik beberapa maskapai penerbangan nasional. Dan baru-baru ini, Pemerintah Kota Pontianak juga sukses mengadakan Proloc Market, sebuah pameran produk lokal para pelaku UMKM Pontianak khususnya di bidang industri kreatif, yang bertempat di Pontianak Convention Center dan dalam waktu dekat, Pemerintah Kota Pontianak berjanji akan mengadakan Sunday Market dan Monday Market," katanya. ***3***
(KR-RDO)
Nurul H
(U.KR-RDO/B/N005/N005) 09-04-2016 22:01:47
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2016