Pontianak (Antara Kalbar) - Ratusan mahasiswa Kalimantan Barat yang tergabung pada Aliansi Mahasiswa Kalbar, melakukan demo menolak kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) berlangsung di Bundaran Tugu Digulis Universitas Tanjungpura Pontianak.
"Aksi ini bertujuan menolak kenaikan TDL dan mengkritik perubahan Peraturan Pemerintah No 50 /2010 ke PP No 60 2016 tentang jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesian," kata Koordinator Aliansi Mahasiswa Kalbar, Muhammad Suriansyah saat menyampaikan orasinya di Bundaran Tugu Digulis Untan Pontianak, Kamis.
Dalam menyampaikan aksianya, Aliansi Mahasiswa Kalbar menyampaikan lima tuntutan pada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Yakni mendesak presiden untuk membatalkan kenaikan TDL untuk rakyat kecil pelanggan berdaya 900 VA, menolak secara tegas PP No 60/2016, serta mendesak presiden untuk mencabut PP tersebut.
Kemudian mendesak pemerintah untuk mengembalikan harga kebutuhan pokok di pasar sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia. Serta menuntut pemerintah untuk menindak secara tegas imigran gelap dan tenaga kerja asing ilegal.
Lalu mendesak pemerintah agar menerapkan kebijakan yang sesuai kebutuhan dan pro kepada rakyat Indonesia, kata Suriansyah.
"Kami melihat pemerintah selalu beralasan menaikan TDL dengan alasan penyesuaian tarif subsidi agar tepat sasaran. Padahal tahun 2015, pemerintah juga menghilangkan subsidi listrik golongan 1.300 VA, dan 2200 VA dengan dalih yang sama, tetapi kenyataannya kita semua melihat belum optimalnya pelayanan PLN di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.
Ia menilai, pemerintah benar-benar membebankan pemasukan negara kepada rakyat dan hanya mengandalkan pendapatan negara dari "memeras" uang yang menjadi pengeluaran pokok atau kebutuhan utama masyarakat.
"Naiknya harga berbagai kebutuhan pokok juga membuat rakyat semakin terjerat masalah perekonomian," katanya.
Selain itu, dampak PP No. 60/2016 juga menyebabkan kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan menjadi dua hingga tiga kali lipat.
"Pemerintah kami lihat mengambil langkah praktis untuk mendongkrak penerimaan pendapatan negara terutama yang bersumber dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga kebijakan-kebijakan tersebut tidak pro rakyat," katanya.
"Sementara itu, dengan masuknya investasi negara asing ke Indonesia khususnya wilayah Kalbar membuat "Bumi Khatulistiwa" kebanjiran TKA sehingga Kalbar dijuluki sebagai surganya pekerja asing, sehingga menghancurkan kehidupan buruh di negeri ini," kata Suriansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017
"Aksi ini bertujuan menolak kenaikan TDL dan mengkritik perubahan Peraturan Pemerintah No 50 /2010 ke PP No 60 2016 tentang jenis dan tarif atas penerimaan negara bukan pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesian," kata Koordinator Aliansi Mahasiswa Kalbar, Muhammad Suriansyah saat menyampaikan orasinya di Bundaran Tugu Digulis Untan Pontianak, Kamis.
Dalam menyampaikan aksianya, Aliansi Mahasiswa Kalbar menyampaikan lima tuntutan pada pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
Yakni mendesak presiden untuk membatalkan kenaikan TDL untuk rakyat kecil pelanggan berdaya 900 VA, menolak secara tegas PP No 60/2016, serta mendesak presiden untuk mencabut PP tersebut.
Kemudian mendesak pemerintah untuk mengembalikan harga kebutuhan pokok di pasar sesuai dengan harapan masyarakat Indonesia. Serta menuntut pemerintah untuk menindak secara tegas imigran gelap dan tenaga kerja asing ilegal.
Lalu mendesak pemerintah agar menerapkan kebijakan yang sesuai kebutuhan dan pro kepada rakyat Indonesia, kata Suriansyah.
"Kami melihat pemerintah selalu beralasan menaikan TDL dengan alasan penyesuaian tarif subsidi agar tepat sasaran. Padahal tahun 2015, pemerintah juga menghilangkan subsidi listrik golongan 1.300 VA, dan 2200 VA dengan dalih yang sama, tetapi kenyataannya kita semua melihat belum optimalnya pelayanan PLN di seluruh wilayah Indonesia," ujarnya.
Ia menilai, pemerintah benar-benar membebankan pemasukan negara kepada rakyat dan hanya mengandalkan pendapatan negara dari "memeras" uang yang menjadi pengeluaran pokok atau kebutuhan utama masyarakat.
"Naiknya harga berbagai kebutuhan pokok juga membuat rakyat semakin terjerat masalah perekonomian," katanya.
Selain itu, dampak PP No. 60/2016 juga menyebabkan kenaikan tarif pengurusan surat-surat kendaraan menjadi dua hingga tiga kali lipat.
"Pemerintah kami lihat mengambil langkah praktis untuk mendongkrak penerimaan pendapatan negara terutama yang bersumber dari Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), sehingga kebijakan-kebijakan tersebut tidak pro rakyat," katanya.
"Sementara itu, dengan masuknya investasi negara asing ke Indonesia khususnya wilayah Kalbar membuat "Bumi Khatulistiwa" kebanjiran TKA sehingga Kalbar dijuluki sebagai surganya pekerja asing, sehingga menghancurkan kehidupan buruh di negeri ini," kata Suriansyah.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017