Pontianak (Antara Kalbar) - Komunitas Peduli Listrik (KPL) Kalimantan Barat menyatakan kesiapannya untuk duduk satu meja guna membahas dampak permainan layang-layang yang berbahaya bagi keselamatan pengguna lalu lintas di Kota Pontianak.

"Permainan layang-layang menggunakan kawat baja maupun gelasan menjadi momok yang sangat menakutkan bagi masyarakat, karena bisa mengancam jiwa manusia dan merusak jaringan listrik, sehingga harus segera ditindaklanjuti," kata Koordinator KPL Kalbar, Ponti Ana Banjaria di Pontianak, Senin.

Ia menjelaskan masalahnya, jika jaringan listrik sudah dihantam kawat layangan, dampaknya akan terjadi pemadaman listrik.

"Listrik inikan salah satu objek vital, kalau sudah terjadi pemadaman listrik, maka masyarakat yang mengalami kerugian, bukan hanya materi tetapi juga lainnya," ungkapnya.

Padahal, pemerintah dan aparat pun sudah melakukan tindakan mulai dari pemberlakukan Perda yang dikeluarkan Pemkot Pontianak hingga razia gabungan guna menertibkan permainan layangan tersebut. "Namun efektivitas penindakan tegas berdasar perda yang ada, belum berdampak besar, bahkan permainan layang-layang dengan kawat baja semakin marak," ujarnya.

Data dari PLN Cabang Pontianak, tercatat untuk bulan Maret hingga April 2017 ini saja sudah ada 61 kali gangguan di transmisi Siantan akibat layangan pada jam-jam 13.00 WIB - 16.00 WIB, padahal Kalbar surplus daya karena kapasitas (daya mampu) untuk sistem khatulistiwa 426 MW, sedang kebutuhan listrik (beban puncak) 300 MW.

Belum lama ini tepatnya pada Selasa, 21 Maret 2017 terjadi padam total di kawasan Pontianak hingga Kubu Raya akibat gangguan dari tali layang-layang tersebut.

Tercatat pemadaman terjadi tiga kali di hari itu. PLN beralasan penyebabnya adalah layangan yang masuk ke Gardu Induk (GI) Siantan, karena gangguan atau hantaman oleh kawat layang-layang pada jaringan transmisi di GI.

Contoh kasus lainnya, yakni pada Jumat, 28 April 2017 terjadi padam total di enam kabupaten/kota (Data AP2B PLN Kalbar). Ini diakibatkan beberapa oknum yang bermain layangan dengan kawat dan menghantam jaringan transmisi Singkawang-Bengkayang. Dua layangan menempel di konduktor transmisi 150 KV, mengakibatkan sistem tidak stabil dan kehilangan daya sebesar 210 MW. Dampak selanjutnya, enam kabupaten mengalami padam total.

Kemudian, Fikri As Saiydah, bocah berusia 12 tahun yang tewas kesetrum listrik. Peristiwa itu terjadi saat korban mengejar layang-layang putus di Gang belibis, Jalan Merdeka, Pontianak Kota, Juni 2016 lalu. Kasus lain yang pernah terjadi, pada 2016 yang menimpa Pangga Bowo Laksono, korban tewas setelah tali kawat yang digunakannya untuk bermain layangan tersangkut di kabel listrik, katanya.

Banyaknya kasus akibat layangan yang menyebabkan kerusakan jaringan listrik hingga memakan korban jiwa, maka pihaknya menyadari pentingnya untuk mendesak kembali komitmen dan tindakan tegas semua elemen masyarakat, mulai dari pemerintah, aparat TNI, Kepolisian, PLN, tokoh masyarakat maupun instansi terkait lainnya.

"Berdasarkan hal tersebut, kami akan menyelenggarakan bincang bareng KPL dengan tema bersama mengatasi ancaman layangan bagi kelistrikan Kalbar yang akan melibatkan berbagai instansi terkait, serta RT yang menjadi kantong-kantong lokasi gangguan listrik akibat layangan," katanya.

Tujuan dari kegiatan itu, adalah untuk mengefektifkan Perda Layangan yang telah ada guna mencegah pemadaman listrik dan korban jiwa akibat permainan layang-layang tersebut.

Ia berharap, semua pihak berperan aktif untuk mencegah permainan layangan, mendorong Pemkot Pontianak dan pihak terkait melakukan nota kesepaham dalam penegakan dan pengefektifan Perda guna mencegah permainan layang-layang yang sangat membahayakan keselamatan, baik bagi pemain dan orang lain.

"Kami membutuhkan dukungan nyata dari semua elemen masyarakat untuk menjaga ketersediaan pasokan listrik dengan tidak bermain layangan dengan kawat dan gelasan dan sama-sama berkomitmen untuk menaati Perda yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah, demi kepentingan bersama," katanya.
(U.A057/N005)

Pewarta: Andilala

Editor : Andilala


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2017