Pontianak (Antaranews Kalbar) - Rumah Sakit yang ada di Kalimantan Barat diminta untuk membuat jejaring obat-obatan untuk membantu kemudahan pasien BPJS dalam mendapatkan obat.

"Kita sudah mendapat informasi dari beberapa pasien BPJS yang mengatakan kesulitan untuk mendapatkan obat di rumah sakit. Ini tentu menjadi atensi bagi kita, karena kepesertaan masyarakat terhadap BPJS tentu juga harus diperhatikan oleh pihak rumah sakit," kata Kepala Dinas Kesehatan Kalbar, Andy Jap di Pontianak, Minggu.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Andy meminta seluruh rumah sakit yang ada di Kalbar untuk membangun jejaring guna mengantisipasi kekosongan obat yang dibutuhkan pasien peserta BPJS Kesehatan saat di rumah sakit.

Jejaring yang dimaksud itu, rumah sakit bekerjasama dengan apotik luar untuk pemenuhan obat yang kosong. Dengan begitu pasien yang menjadi peserta jaminan sosial tidak lagi direpotkan dalam mencari obat.

"Sebenarnya banyak solusi yang bisa dilakukan, salah satunya dengan membangun jejaring dengan apotek untuk memenuhi kebutuhan obat yang dicari pasien," tuturnya.

Selain itu, katanya, pasien tidak harus lagi mengeluarkan uang. Sebab mekanisme yang diatur, BPJS yang membayar melalui rumah sakit yang membangun jejaring tersebut.

"Jadi pasein tidak bayar, melainkan BPJS tetap bayar ke rumah sakit dan rumah sakit yang membayar ke apotik sehingga pasien tidak direpotkan,? jelas Andy.

"Ini dilakukan karena masyarakat tahunya mereka bekerja sama dengan BPJS untuk mendapatkan pelayanan medis hingga pemenuhan obat di rumah sakit yang bekerjasama dengan BPJS," katanya.

Andy menyebutkan ada beberapa faktor yang menyebabkan kekosongan obat di rumah sakit. Di antaranya rencana pengadaan obat tidak tepat. Misalnya rumah sakit membutuhkan satu jenis obat sebanyak satu juta butir.

Namun, saat di perjalanan, hingga semester satu obat?tersebut habis, sehingga tidak bisa memenuhi kebutuhan pada semester kedua. Di sisi lain, produsen obat juga tidak mau rugi. Mereka hanya memproduksi obat sesuai pesanan.

"Butuhnya satu juga, ternyata di produksi dua juta, siapa yang mau membeli sisanya. Akhirnya pasien yang membutuhkan tidak mendapatkan obat di rumah sakit dan beli di luar," katanya.

Faktor lain dari kenakalan produsen. Pada tahap awal menyanggupi pemenuhan obat sesuai kebutuhan, ternyata baru di perjalanan produsen tidak bisa memenuhi. Jika seperti, itu, lanjut Andy, sudah seharusnya menjadi catatan dan tidak lagi digunakan untuk memenuhi kebutuhan obat.

"Produsen seperti itu diberikan catatan sehingga tidak diperbolehkan lagi memproduksi obat," kata Andy.

Dia menilai dalam persoalan seperti rumah sakit harus bijak mengantisipasinya. Misalnya dengan mencarikan alternatif obat yang lain sehingga pasien tidak bingung, terkecuali obat kosong semua.

"Misalnya satu kosong mungkin bisa diganti dengan yang lain. Kemudian, dengan membangun jejaring apotek dalam pemenuhan obat, sehingga ketika kosong untuk satu obat bisa dipenuhi melalui jaringan yang sudah dibangun," tuturnya.

(KR-RDO/N005) 

Pewarta: Rendra Oxtora

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2018