Inspektur Tambang Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kalimantan Barat Alexander Teguh Prayogo menyebutkan bahwa total produksi bauksit Kalbar hingga Agustus 2019 berdasarkan laporan Izin Usaha Pertambangan (IUP) mencapai 11.608.937 metrik ton (MT).

“Produksi bauksit  di Kalbar jauh meningkat mencapai hampir 100 persen dibanding 2018 yang sebesar 5.693.640,” ujarnya di Pontianak, Jumat.

Baca juga: Pemprov Kalbar akan kaji praktik pertambangan dari sisi lingkungan

Ia menyebutkan produksi itu dijual dengan tujuan domestik dan ekspor. Untuk domestik sebesar 824.254 MT. “Sedangkan untuk ekspor  sudah mencapai 6.920.392 MT. Artinya ekspor jauh lebih mendominasi,” sebut dia.

Jumlah IUP bauksit di Kalbar per September  2019 yakni 935 izin baik untuk izin eksplorasi maupun produksi.

“Untuk lokasi atau wilayah dari data IUP tiga besar yakni di Kalbar sebanyak 85, kemudian Ketapang 46 dan Sanggau 30. Sisanya baru di beberapa kabupaten lainnya,” papar dia.

Ia menyebutkan potensi bauksit di Kalbar dilihat dari sumber daya sebesar 994.026.983 ton dengan cadangan 584. 916. 105 ton.

Baca juga: Anas Safriatna Resmi jabat General Manager UBP Bauksit-Tayan

“Untuk lokasi keterdapatan yakni di Mempawah, Singkawang, Bengkayang, Sambas, Landak, Sanggau, Kubu Raya, Kayong Utara, Sekadau dan Ketapang,” papar dia.

Terkait permasalahan yang mengacu pada Kepmen ESDM Nomor 1051 K/30/MEM/2017 tentang Standar Operasional Prosedur dan Pedoman Evaluasi Pemberian Rekomendasi Persetujuan Ekspor Mineral Logam, tidak ada keterlibatan pemerintah daerah selaku daerah penghasil dalam proses penerbitan rekomendasi atau izin penjualan mineral ke luar negeri.

“Kemudian juga tidak mengatur kewajiban pemegang izin penjualan mineral ke luar negeri untuk menyampaikan laporan realisasi penjualan yang telah diverifikasi surveyor kepada pemerintah daerah penghasil,” jelas dia.

Baca juga: Tiga perusahaan tambang ini progres smelternya rendah

Lanjutnya saat ini masih terdapat ketidakselarasan antara stakeholder terkait dengan tata ruang dan kewilayahan.

“PNBP komoditas bauksit sebesar 3,75 persen dari harga jual (lampiran PP No.9 Tahun 2012) dirasakan kurang berkontribusi pada PAD.Kalbar. Angka Tarif PNBP tidak berubah sejak 2000 (PP 13 tahun 2000). Belum lagi soal jalur angkut dari lokasi sangat tergantung pada pasang surut aliran sungai,” kata dia

Baca juga: Jadikan WHW pusat pengembangan industri berbasis bauksit
Baca juga: Forum Kehumasan Kementerian ESDM tinjau Antam di Tayan
Baca juga: Kadin minta solusi usaha bauksit

Pewarta: Dedi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019