Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalbar, menangani sebanyak 150 kasus anak-anak, baik itu berupa pengaduan maupun non-pengaduan sepanjang 2019.
"Dari sebanyak 150 kasus tersebut, terdiri dari sebanyak 89 kasus hasil pengaduan, dan sisanya 69 kasus non-pengaduan yang kami tangani sepanjang tahun 2019," kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, ada sekitar 14 jenis kasus, dari jumlah itu tertinggi untuk kasus aduan dan non-aduan, yakni hak kuasa asuh dan penelantaran sebanyak 37 kasus, kemudian disusul kasus kekerasan fisik sebanyak 28 kasus.
Kemudian, kasus kejahatan seksual 19 kasus; perlindungan (pendidikan dan kesehatan anak) sebanyak sembilan kasus; anak berhadapan dengan hukum (ABH) 13 kasus; kekerasan fsikis tiga kasus; penculikan dan anak hilang lima kasus; napza dan HIV/AIDS delapan kasus, dan pekerja anak tiga kasus; dan pornografi tiga kasus.
"Dari sebanyak itu, rata-rata telah diselesaikan, dan hanya dua kasus yang masih dalam proses penyelesaian," ungkapnya.
Sebelumnya, anggota KPPAD Kalbar, Alik R Rosyad menambahkan, dalam melakukan penanganan kasus anak-anak tersebut, pihaknya biasanya memberikan pendampingan kepada korban, dan juga kepada pelaku yang statusnya juga anak-anak.
"Karena korban dan pelaku masih anak-anak, maka kami mendorong diselesaikan melalui mediasi. Tetapi saat mediasi sudah jalan dan proses hukum masih tetap berjalan, maka akan kami dorong juga untuk melakukan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana)," katanya.
Menurut Alik, upaya diversi tersebut didorong karena itu yang menjadi amanat dari UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, sehingga dia berharap kasus tersebut tidak sampai kepada proses hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019
"Dari sebanyak 150 kasus tersebut, terdiri dari sebanyak 89 kasus hasil pengaduan, dan sisanya 69 kasus non-pengaduan yang kami tangani sepanjang tahun 2019," kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Ishak di Pontianak, Senin.
Ia menjelaskan, ada sekitar 14 jenis kasus, dari jumlah itu tertinggi untuk kasus aduan dan non-aduan, yakni hak kuasa asuh dan penelantaran sebanyak 37 kasus, kemudian disusul kasus kekerasan fisik sebanyak 28 kasus.
Kemudian, kasus kejahatan seksual 19 kasus; perlindungan (pendidikan dan kesehatan anak) sebanyak sembilan kasus; anak berhadapan dengan hukum (ABH) 13 kasus; kekerasan fsikis tiga kasus; penculikan dan anak hilang lima kasus; napza dan HIV/AIDS delapan kasus, dan pekerja anak tiga kasus; dan pornografi tiga kasus.
"Dari sebanyak itu, rata-rata telah diselesaikan, dan hanya dua kasus yang masih dalam proses penyelesaian," ungkapnya.
Sebelumnya, anggota KPPAD Kalbar, Alik R Rosyad menambahkan, dalam melakukan penanganan kasus anak-anak tersebut, pihaknya biasanya memberikan pendampingan kepada korban, dan juga kepada pelaku yang statusnya juga anak-anak.
"Karena korban dan pelaku masih anak-anak, maka kami mendorong diselesaikan melalui mediasi. Tetapi saat mediasi sudah jalan dan proses hukum masih tetap berjalan, maka akan kami dorong juga untuk melakukan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana)," katanya.
Menurut Alik, upaya diversi tersebut didorong karena itu yang menjadi amanat dari UU No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak, sehingga dia berharap kasus tersebut tidak sampai kepada proses hukum.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2019