Pontianak (ANTARA) - Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, mencatat bahwa Pontianak menjadi kota dengan angka tertinggi kasus anak berhadapan hukum (ABH), yakni mencapai 59 kasus dari 294 kasus yang ditangani KPPAD Kalbar.
"Untuk Kota Pontianak ada sebanyak 147 kasus yang kami terima dan ditangani, dari jumlah itu sebanyak 59 merupakan kasus ABH, kemudian keluarga dan pengasuhan alternatif sebanyak 21 kasus," kata Ketua KPPAD Kalbar, Eka Nurhayati Iskak di Pontianak, Kamis.
Kemudian disusul yang berkaitan dengan kesehatan dan napza sebanyak lima kasus, pornografi dan cyber crime dua kasus, trafficking dan eksploitasi 53 kasus, hak sipil dan partisipasi lima kasus, sosial dan anak dalam situasi darurat sebanyak dua kasus.
Kemudian disusul Kabupaten Kubu Raya sebanyak 74 kasus, Sambas 29 kasus, Bengkayang 11 kasus, Singkawang sembilan kasus, Mempawah enam kasus, Sanggau empat kasus, Sintang empat kasus, Landak tiga kasus, Ketapang dua kasus, dan Kabupaten Kapuas Hulu dan Kayong Utara masing-masing satu kasus, katanya.
Dia menambahkan, dari 14 kabupaten/kota di Kalbar, dari sebanyak 124 kasus ABH yang ditangani KPPAD Kalbar, sebanyak 121 kasus diselesaikan atau sekitar 97 persen, sisanya dalam proses.
Kemudian untuk kasus keluarga dan pengasuhan alternatif dari 37 kasus dan diselesaikan 35 kasus atau 94 persen; kesehatan dan napza selesai semuanya dari lima kasus; pornografi dan cyber crime selesai semua yakni tiga kasus; trafficking dan eksploitasi selesai semua sebanyak 69 kasus; hak sipil dan partisipasi selesai semua 52 kasus; serta sosial dan anak dalam situasi darurat juga selesai semua yakni sebanyak tiga kasus.
Dalam kesempatan itu, KPPAD Kalbar mendesak pemerintah agar menutup aplikasi pertemanan di media sosial yang diduga banyak disalahgunakan untuk transaksi prostitusi daring yang juga banyak korbannya anak-anak.
Dari sebanyak 124 ABH terdiri anak sebagai korban sebanyak 100 orang, dan sebagai pelaku 24 orang, kemudian anak sebagai korban penculikan sebanyak 12 orang, anak korban penelantaran tiga orang, anak pengguna napza sebanyak empat orang, anak korban pornografi dan media sosial tiga orang.
Kemudian anak korban perdagangan sebanyak 69 orang, anak korban pernikahan dini 52 orang, anak dalam keadaan darurat, bencana serta perlindungan khusus dua orang, dan anak korban kecelakaan lalu lintas sebanyak satu orang.