Direktur Puskepi, Sofyano Zakaria menyatakan, turunnya harga minyak dunia, perlu disikapi dengan bijak, karena tidak ada yang bisa menjamin bahwa harga tersebut selamanya akan bertahan pada posisi tersebut.
"Harga minyak dunia sewaktu-waktu bisa naik, misalnya hanya dengan komunikasi antara pemimpin Amerika dengan Raja Arab Saudi dan pemimpin Rusia, sehingga hal ini harus disikapi secara bijak," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Minggu.
Menurut dia, tidak ada yang bisa menjamin harga minyak akan bertahan lama diangka 20-an dolar AS per barrel, sehingga hal ini bisa merepotkan negara manapun yang tak terbiasa menentukan harga minyak dalam negeri mereka berdasarkan harga pasar dunia.
"Buat Indonesia yang pengadaan minyaknya terikat pembelian secara berkala dengan pemasoknya, ini membuat harga BBM tidak serta merta harus turun ketika harga minyak dunia turun," ujarnya.
Menurut dia, BBM yang tersedia saat ini pada dasarnya adalah yang dibeli sejak dua atau tiga bulan lalu dan jika dipaksa harus turun maka ini bisa membuat rugi Pertamina sebagai badan yang diandalkan negeri ini dalam penyediaan BBM negeri ini.
“Publik harus memahami hal ini karena BBM yang beredar saat ini bukanlah dibeli Pertamina pada hari ini juga," lanjutnya.
Terkait harga minyak dunia yang fluktuatif harganya, pemerintah perlu memahami psikologis konsumen BBM negeri ini, karena masyarakat secara umum belum memahami benar ketika harga BBM naik maka tidak otomatis bisa menerima kenaikan harga, dan ini akhirnya bisa merepotkan pemerintah karena itulah Pemerintah dan badan usaha Pertamina harus bijak menyikapi hal itu, katanya.
“Disaat harga minyak dunia turun maka sebaiknya Pemerintah mengambil kebijakan bahwa selisih harga yang dihasilkan akibat penururunan itu disimpan sebagai cadangan ketika harga minyak dunia kelak merangkak naik kembali, dan menahan harga BBM untuk tak serta merta naik pula," tambah Pengamat energi itu lagi.
Tetapi terhadap harga BBM untuk industri seperti solar, maka Pertamina tentunya harus menyesuaikan harga jualnya karena selama ini harga industri selalu dikoreksi per setiap tanggal 1 dan tanggal 15 pada setiap bulannya. Tanpa mengoreksi ini Pertamina bisa kekurangan pembelinya yang beralih ke badan usaha swasta lain yang berbisnis BBM industri dan marines dengan harga pasar dan ini malah merugikan Pertamina sendiri, kata Sofyano.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020
"Harga minyak dunia sewaktu-waktu bisa naik, misalnya hanya dengan komunikasi antara pemimpin Amerika dengan Raja Arab Saudi dan pemimpin Rusia, sehingga hal ini harus disikapi secara bijak," kata Sofyano Zakaria dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Minggu.
Menurut dia, tidak ada yang bisa menjamin harga minyak akan bertahan lama diangka 20-an dolar AS per barrel, sehingga hal ini bisa merepotkan negara manapun yang tak terbiasa menentukan harga minyak dalam negeri mereka berdasarkan harga pasar dunia.
"Buat Indonesia yang pengadaan minyaknya terikat pembelian secara berkala dengan pemasoknya, ini membuat harga BBM tidak serta merta harus turun ketika harga minyak dunia turun," ujarnya.
Menurut dia, BBM yang tersedia saat ini pada dasarnya adalah yang dibeli sejak dua atau tiga bulan lalu dan jika dipaksa harus turun maka ini bisa membuat rugi Pertamina sebagai badan yang diandalkan negeri ini dalam penyediaan BBM negeri ini.
“Publik harus memahami hal ini karena BBM yang beredar saat ini bukanlah dibeli Pertamina pada hari ini juga," lanjutnya.
Terkait harga minyak dunia yang fluktuatif harganya, pemerintah perlu memahami psikologis konsumen BBM negeri ini, karena masyarakat secara umum belum memahami benar ketika harga BBM naik maka tidak otomatis bisa menerima kenaikan harga, dan ini akhirnya bisa merepotkan pemerintah karena itulah Pemerintah dan badan usaha Pertamina harus bijak menyikapi hal itu, katanya.
“Disaat harga minyak dunia turun maka sebaiknya Pemerintah mengambil kebijakan bahwa selisih harga yang dihasilkan akibat penururunan itu disimpan sebagai cadangan ketika harga minyak dunia kelak merangkak naik kembali, dan menahan harga BBM untuk tak serta merta naik pula," tambah Pengamat energi itu lagi.
Tetapi terhadap harga BBM untuk industri seperti solar, maka Pertamina tentunya harus menyesuaikan harga jualnya karena selama ini harga industri selalu dikoreksi per setiap tanggal 1 dan tanggal 15 pada setiap bulannya. Tanpa mengoreksi ini Pertamina bisa kekurangan pembelinya yang beralih ke badan usaha swasta lain yang berbisnis BBM industri dan marines dengan harga pasar dan ini malah merugikan Pertamina sendiri, kata Sofyano.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2020