Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji meminta pemerintah kabupaten dan kota melakukan validasi data-data kesehatan, untuk percepatan penurunan kekerdilan karena saat ini angka di provinsi tersebut 29 persen, sedangkan tingkat nasional diharapkan 14 persen pada 2024.
"Saat ini kita untuk menurunkan angka 'stunting' (kekerdilan) di Kalbar mungkin sulit, di mana pada tahun 2024 angka 'stunting' nasional diharapkan pada 14 persen," kata dia di Pontianak, Rabu.
Namun, menurut dia, angka itu tidak berarti Kalbar sebagai penyumbang ketidakberhasilan negara secara nasional dalam menekan angka kekerdilan menjadi 14 persen.
"Minimal kita bisa mencapai penurunan 'stunting' di angka 20 persen hingga tahun 2024," ujarnya.
Dia juga meminta kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk bersungguh-sungguh menghasilkan data valid tentang angka kekerdilan.
"Kami minta jangan lagi menjual kemiskinan, ketidakmampuan dan penilaian-penilaian minus terhadap masyarakat dan kondisi desa, hanya untuk mendapatkan bantuan dan hibah anggaran melalui Dana Alokasi Khusus (DAK)," ujarnya.
Ia menyebut tentang data yang tidak valid sehingga hasil pembangunan tidak jelas.
"Data di lapangan tidak seperti itu, maka hal inilah yang membuat data menjadi amburadul, sehingga membuat hasil pembangunan juga menjadi amburadul," katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan BKKBN Kalbar Muslimat mengatakan pihaknya menggandeng Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak melakukan audiensi dengan Gubernur Kalbar guna meminta arahan terkait dengan upaya penurunan angka kekerdilan di Kalbar.
"Tadi, kepada gubernur, kami melaporkan akan ada kegiatan rencana aksi percepatan penurunan 'stunting' secara nasional di 12 provinsi termasuk di Kalbar, tanggal 14 Maret 2022. Pak Gubernur, katanya tadi menyatakan siap hadir dan membuka langsung kegiatan itu," katanya.
Gubernur Kalbar, katanya, memberi pengarahan agar BKKBN dapat bekerja sama dan menggerakkan tenaga pendampingan keluarga (TPK) yang jumlahnya 12.609 orang, tersebar di 2.031 desa dan sekitar 99 kelurahan se-Kalbar.
"Para TPK ini memang yang dikelola oleh Dinas Sosial dan mereka selama ini telah melakukan berbagai kegiatan-kegiatan Program Keluarga Harapan (PKH). Ini yang nantikan akan kami sinergikan dalam melakukan penurunan 'stunting' di Kalbar," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Saat ini kita untuk menurunkan angka 'stunting' (kekerdilan) di Kalbar mungkin sulit, di mana pada tahun 2024 angka 'stunting' nasional diharapkan pada 14 persen," kata dia di Pontianak, Rabu.
Namun, menurut dia, angka itu tidak berarti Kalbar sebagai penyumbang ketidakberhasilan negara secara nasional dalam menekan angka kekerdilan menjadi 14 persen.
"Minimal kita bisa mencapai penurunan 'stunting' di angka 20 persen hingga tahun 2024," ujarnya.
Dia juga meminta kepada Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk bersungguh-sungguh menghasilkan data valid tentang angka kekerdilan.
"Kami minta jangan lagi menjual kemiskinan, ketidakmampuan dan penilaian-penilaian minus terhadap masyarakat dan kondisi desa, hanya untuk mendapatkan bantuan dan hibah anggaran melalui Dana Alokasi Khusus (DAK)," ujarnya.
Ia menyebut tentang data yang tidak valid sehingga hasil pembangunan tidak jelas.
"Data di lapangan tidak seperti itu, maka hal inilah yang membuat data menjadi amburadul, sehingga membuat hasil pembangunan juga menjadi amburadul," katanya.
Pelaksana Tugas Kepala Perwakilan BKKBN Kalbar Muslimat mengatakan pihaknya menggandeng Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura (Untan) Pontianak melakukan audiensi dengan Gubernur Kalbar guna meminta arahan terkait dengan upaya penurunan angka kekerdilan di Kalbar.
"Tadi, kepada gubernur, kami melaporkan akan ada kegiatan rencana aksi percepatan penurunan 'stunting' secara nasional di 12 provinsi termasuk di Kalbar, tanggal 14 Maret 2022. Pak Gubernur, katanya tadi menyatakan siap hadir dan membuka langsung kegiatan itu," katanya.
Gubernur Kalbar, katanya, memberi pengarahan agar BKKBN dapat bekerja sama dan menggerakkan tenaga pendampingan keluarga (TPK) yang jumlahnya 12.609 orang, tersebar di 2.031 desa dan sekitar 99 kelurahan se-Kalbar.
"Para TPK ini memang yang dikelola oleh Dinas Sosial dan mereka selama ini telah melakukan berbagai kegiatan-kegiatan Program Keluarga Harapan (PKH). Ini yang nantikan akan kami sinergikan dalam melakukan penurunan 'stunting' di Kalbar," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022