Ratusan warga Desa Bukit Penai Kecamatan Silat Hilir wilayah Kapuas Hulu Kalimantan Barat mempertanyakan kejelasan lahan Hak Guna Usaha (HGU) perkebunan kelapa sawit yang saat ini di kuasai oleh PT Riau Agrotama Plantation (RAP) yang beroperasi di wilayah setempat.

"Selama ini belum ada titik terang, kebun punya perusahaan tapi tanah milik warga, bahkan lahan HGU itu masuk dalam fasilitas umum desa," kata Kepala Dusun Mordodadi Desa Bukit Penai Kecamatan Silat Hilir Hardianto Jerait, saat mendatangi gedung DPRD Kapuas Hulu, Rabu.

Disampaikan Hardianto, masyarakat Desa Bukit Penai menolak atas sikap PT RAP yang ingin menguasai HGU secara sepihak, tanpa sepengetahuan masyarakat dengan berdalih sudah mengantongi surat menyurat.

Bahkan menurut Hardianto, masyarakat setempat sempat melakukan panen kebun sawit tersebut dan lahan itu ditutup masyarakat sejak 10 Oktober 2021, tetapi saat ini lahan tersebut dikuasai oleh PT RAP dan mengklaim memiliki HGU di lahan itu sejak 14 Maret 2022 dan pihak perusahaan melakukan panen buah sawit.

Menurut dia, lahan HGU yang saat ini dikuasai PT RAP tersebut merupakan tanah masyarakat di Desa Bukit Penai kurang lebih 600 hektare, bahkan fasilitas umum seperti kuburan, rumah ibadah dan fasilitas pemerintah yang ada di desa.

"Kami tetap menolak, makanya kami minta DPRD Kapuas Hulu memfasilitasi mencari solusi, lahan itu masuk kawasan transmigrasi kami pegang petanya, namun perusahaan mengaku itu masuk dalam HGU PT RAP," jelasnya.

Mewakili ratusan masyarakat, Hardianto meminta agar antara perusahaan, masyarakat dan pemerintah daerah khususnya instansi terkait untuk duduk satu meja menyelesaikan persoalan HGU tersebut.

"Kami tidak ingin ada konflik di masyarakat, makanya persoalan itu harus segera diselesaikan, kami percayakan kepada pemerintah kabupaten untuk menyelesaikannya, karena antara masyarakat dan PT RAP saling klaim lahan HGU tersebut," tutur Hardianto.

Hardianto pun mengajak seluruh masyarakat untuk menahan diri dan bersabar, agar tidak muncul persoalan baru di tengah masyarakat.

"Saya bersama Pak Kades sudah menyampaikan persoalan itu ke Ketua DPRD Kapuas Hulu, termasuk juga disitu tadi ada pihak kepolisian dan perwakilan pemerintah daerah, jadi kami menunggu hingga 28 Maret 2022, nanti bagaimana jalan penyelesaiannya," kata Hardianto bersama Kepala Desa Bukit Penai, usai mendatangi Gedung DPRD Kapuas Hulu.
 
Ratusan warga Desa Bukit Penai Kecamatan Silat Hilir saat berkumpul di gedung serba guna Kecamatan Putussibau Selatan wilayah Kapuas Hulu Kalimantan Barat, Rabu (16/3/2022). (ANTARA/Teofilusianto Timotius)


Sementara itu, Ketua DPRD Kapuas Hulu Kuswandi mengatakan persoalan masyarakat Desa Bukit Penai dan pihak PT RAP perlu segera diselesaikan, sehingga akan dijadwalkan kembali pada 28 Maret 2022, agar semua pihak terkait dihadirkan untuk mencari solusi terbaik.

"Kami di DPRD Kapuas Hulu hanya memfasilitasi agar pihak perusahaan dan masyarakat serta instansi terkait bisa duduk satu meja, kita cari solusi bersama," kata Kuswandi.

Ia mengatakan disisi lain, perlu diperhatikan nasib masyarakat, namun disisi lain juga perlu adanya kenyamanan investor yang berinvestasi di Kapuas Hulu, untuk itu yang paling penting yaitu duduk bersama untuk mencari solusi terbaik, sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.

"Memang perlu duduk satu meja, agar ada solusi dan saya minta masyarakat dan semua pihak tetap menjaga keamanan dan ketertiban, selesaikan segala persoalan dengan otak dingin," imbau Kuswandi.

Dihubungi ANTARA secara terpisah, Humas PT Riau Agrotama Plantation (RAP) Gomgom Manullang menjelaskan perusahaan  memperoleh lahan di Desa Bukit Penai sesuai perjanjian kerjasama, untuk lahan sertifikat polanya 100 persen plasma planted, jika lahan diserahkan 100 hektare, maka semuanya plasma planted, jalan tanggungan perusahaan.

Sedangkan lahan diluar sertifikat polanya 60 persen : 40 persen artinya lahan plasma planted 40 persen dan inti 60 persen termasuk sarana jalan dan fasilitas lainnya.

"Masyarakat Desa Bukit Penai sudah menerima hak plasma nya tanpa terkecuali, masyarakat juga sudah menerima kompensasi, sekarang oleh oknum dicoba lagi untuk menguasai lahan inti yang ada di Desa Bukit Penai yang masuk dalam IUP PT RAP, sementara hak-hak petani plasma sudah diserahkan melalui Koperasi Unit Desa Asmoja," jelasnya.

Menurut Gomgom, di Desa Bukit Penai itu plasma lebih luas dari Inti, sekarang masyarakat ditunggangi untuk merebut lahan  inti PT RAP yang ada di Bukit Penai dan sudah melakukan panen massal sejak bulan Oktober 2021, karena harga TBS sudah di atas Rp3.000.

"Terhitung sejak 14 Maret 2022 PT RAP melakukan pengelolaan kebunnya sesuai rekomendasi Tim TP3K Tanggal 20 Januari 2022," tutur Gomgom Manullang.

Terkait persoalan lahan HGU tersebut, ratusan warga Desa Bukit Penai Kecamatan Silat Hilir tiba di Kota Putussibau sejak, Selasa (15/3) kemarin.

Namun, dari hasil kesepakatan ratusan warga itu batal mendatangi Gedung DPRD Kapuas Hulu dan mengutus perwakilan untuk menyampaikan aspirasi masyarakat ke Ketua DPRD Kapuas Hulu.

Sementara massa, berkumpul di gedung serba guna Kecamatan Putussibau Selatan.

Pantauan di lapangan, massa yang berjumlah sekitar 300 orang tersebut membubarkan diri dan kembali ke Desa Bukit Penai Kecamatan Silat Hilir untuk selanjutnya menunggu pertemuan pada 28 Maret 2022 mendatang.

 

Pewarta: Teofilusianto Timotius

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022