Terkait klaim masyarakat Desa Segar Wangi Kecamatan Tumbang Titi bahwa lahan Bumitama Gunajaya Agro (BGA) Group khususnya PT Inti Sawit Lestri (ISL) menyerobot lahan masyarakat. Direktur Utama PT ISL, Kamsen Saragih menegaskan bahwa hal tersebut tidak benar. Lantaran PT ISL telah membayar ganti rugi kepada masyarakat Desa Segar Wangi.

Ia menjelaskan setelah pihaknya menang lelang resmi atas lahan eks PT Benua Indah Group (BIG) yang dilakukan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Pontianak melalui Pengadilan Negeri Ketapang pada 26 Mei 2015. PT ISL menunaikan kewajiban pembayaran sebagai pemenang lelang senilai Rp160.040.820.150.

Kemudian juga telah membayarkan ganti rugi pola tali asih kepada masyarakat termasuk untuk masyarakat Desa Segar Wangi terhadap areal eks inti PT BIG sebelum dilakukan replanting. "Tapi kenapa saat ini diklaim sejumlah warga di Desa Segar Wangi sebagai lahan perkebunan mereka," ujar Kamsen.

"Bukan kah pembayaran yang telah kita lakukan berarti masyarakat Desa Segar Wangi telah melepaskan hak keperdataannya. Contohnya saja kepada Basuni Ketua Tim Investigasi Dusun Mambuk Desa Segar Wangi telah menerima pembayaran tali asih senilai Rp56.725.000,- untuk luasan 21,81 Ha," tutur Kamsen.

"Namun dalam beberapa bulan terakhir kenapa dia mempelopori beberapa kali demo menuntut kebun untuk masyarakat. Pada hal areal izin baru yang masuk Desa Segar Wangi juga telah ditanda tangani kesepakatan kemitraan inti plasma 80:20 antara perusahaan dengan pihak desa" lanjut Kamsen.

Kemudian terhadap pola areal inti yang diperoleh dari hasil lelang dan telah direplanting oleh PT ISL. Berdasarkan Surat Dirjenbun pada 24 Maret 2022 tidak dikenai kewajiban plasma karena telah menjalankan pola Pirtrans.

Kamsen menceritakan, lahan eks PT BIG beberapa kali dilelang tapi tidak ada pesertanya. Lantaran kondisi lahan eks PT BIG itu sangat hancur dan perekonomian masyarakat sekitarnya sangat terpuruk. Bahkan terjadi beberapa kali demo besar hingga pernah menduduki Kantor DPRD Ketapang hingga pendemo bermalam.

Terhadap kondisi itu, kemudian Bupati Ketapang mengundang BGA untuk mendiskusikan peluang masyarakat agar dapat menjual TBS sawit kepada pabrik kelapa sawit (PKS) milik BGA. Kemudian saat akan diadakan lelang kesekian kalinya terhadap asset PT BIG. BGA juga dihimbau Pemda Ketapang untuk mengikutinya.

Bahkan pernyataan tokoh masyarakat belasan desa mendatangi BGA untuk beraudiensi dan meminta untuk mengikuti lelang tersebut. Berdasarkan rasa kemanusiaan untuk menyelamatkan uang Negara dan membantu Pemda Ketapang. Serta membantu menyelamatkan perekonomian masyarakat di sekitar area eks PT BIG yang sudah sangat memprihatinkan.

Menurut Kamsen, BGA pun mau mengikuti lelang asset PT BIG dan yang dijadikan agunan kredit di Bank Mandiri. "Saat itu BGA mengikuti lelang dengan bendera PT ISL dan dinyatakan menang dengan nilai penawaran Rp160 miliar lebih yang tertuang dalam risalah lelang No.134/2015 tanggal 8 April 2015," ungkap Kamsen.

Berdasarkan risalah lelang itu luas kebun 11.518 Ha meliputi area PT PT Subur Ladang Andalan selanjutnya berubah nama menjadi PT Wahana Hijau Indah seluas 4.397 Ha. PT Duta Sumber Nabati selanjutnya berubah nama menjadi PT Sentosa Prima Agro seluas 3.087 Ha. Serta PT Bangun Maya Indah selanjutnya berubah nama menjadi PT Raya Sawit Manunggal seluas 4.034 Ha.

Selanjutnya berdasarkan hasil verifikasi fisik di lapangan bahwa semua bangunan objek lelang termasuk PKS rusak. infrastruktur seperti jalan dan jembatan hancur serta perekonomian masyarakat sangat sulit. Bahkan tanaman inti eks PT BIG hanya seluas lebih kurang 4.600 Ha dikelola oleh masyarakat sejak PT BIG vacum.

"Sedangkan sisa areal seluas 6.918 Ha tidak dapat dikuasai karena terdapat SHM (sertifikat hak milik), kebun dan pemukiman masyarakat. Kemudian ditemukan adanya izin baru PT lain dan muncul dua peta HGU yang berbeda tapi untuk satu area BGA dan dua-duanya diterbitkan oleh BPN (Badan Pertanahan Nasional)," jelas Kamsen.

Dia menambahkan, setelah menang lelang pihaknya juga melakukan langkah-langkah di lapangan. "Di antaranya melakukan sosialisasi dan saat itu seluruh masyarakat mendukung kehadiran PT ISL. Masyarakat meminta diprioritaskan perbaikan jalan dan jembatan," tuturnya.

Ia mengungkapkan, terhadap tanaman sawit inti yang dikelola masyarakat selama PT BIG vacum. Masyarakat menyatakan menyerahkan kebun tersebut kepada PT ISL dengan permohonan diberikan tali asih sebagai imbalan atas perawatan kebun. "Jadi kita telah memperbaiki jalan dan jembatan terutama yang menghubungkan antar desa atau antar kebun dengan nilai lebih kurang Rp5 miliar," ujarnya.  

"Kemudian pembayaran ganti rugi pola tali asih senilai Rp8.398.000.000 untuk 1.142 petani dengan luasan 5.175 Ha. Selanjutnya melakukan replanting tanaman inti yang sudah tidak produktif seluas lebih kurang 4.600 Ha. Jadi hak keperdataan masyarakat atas kebun inti yang dikelolanya selama PT BIG vacum telah dilepaskan kepada PT ISL," tegas Kamsen.

Kamsen melanjutkan, sedangkan terkait dua peta HGU terbitan BPN yang kontroversi. Ditegaskannya kalau PT ISL mendapatkan dokumen HGU dari lelang negara yang sah. Bahkan tidak pernah ada yang keberatan saat diumumkan sebelum maupun setelah lelang.

"Jadi mari kita semua berpikir jernih bahwa membaiknya kondisi sosial ekonomi di daerah sekitar eks PT BIG tidak serta merta berubah tanpa peran PT ISL dan kerjasama banyak pihak. Masyarakat di banyak desa sana pasti tidak akan lupa bahwa mereka pernah mengalami masa sulit beberapa tahun lalu karena terpuruknya PT BIG," tutur Kamsen.

Pewarta: Subandi

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022