Gubernur Kalimantan Barat Sutarmidji mengharapkan pada pemerintah untuk tidak melarang pemanfaatan tanaman kratom hingga 15 tahun ke depan, sampai adanya hasil penelitian yang valid terhadap salah satu tanaman yang memiliki potensi ekspor di provinsi itu.
"Saya berharap tidak ada pelarangan kratom, setidaknya 15 tahun ke depan. Sampai ada hasil penelitian yang valid, sebab ketika
kratom sudah menjadi komoditas ekspor, tentu negara ingin ada kepastian tentang pemasukan kratom," kata Sutarmidji di Pontianak, Sabtu.
Tanaman kratom dikalangan masyarakat juga dikenal dengan nama Biek atau Ketum adalah sejenis tumbuhan dari famili Rubiaceae.
Gubernur menjelaskan, kratom yang tumbuh subur di lahan yang basah, seperti di wilayah konservasi alam Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu, memang memiliki zat adiktif yang tinggi, namun tidak membuat pemakainya berhalusinasi.
"Untuk itu terkait masalah kratom ini, sebaiknya tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja, bahkan tumbuhan ini juga bisa digunakan untuk terapi bagi para pecandu narkotika. Manfaat kratom juga sudah masuk dalam kategori tanaman jenis obat yang terdaftar dalam SK Menteri Pertanian Republik Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Kalbar bahas pengembangan kratom bersama Moeldoko
Baca juga: (Mencari) Jalan tengah untuk kratom
Untuk membahas lebih dalam mengenai tumbuhan yang memiliki potensi ekspor menjanjikan tersebut, sebelumnya, Sutarmidji menyampaikan berbagai hal terkait manfaat tanaman ini pada simposium bertajuk "Kratom Sustainability" yang dihadiri Senator Amerika Serikat, Curt Bramble, beserta tim dari Amerika Serikat, Asosiasi Kratom Indonesia, Yohanes Cianes Walean, Asosiasi Kratom Amerika, Mac Haddow di Pontianak, Jumat kemarin.
Sutarmidji mengatakan hal yang terpenting adalah harus ada penelitian karena zat yang terkandung dalam kratom memiliki senyawa dengan zat yang ada di tubuh, sehingga bisa menjadi netral.
Dirinya optimis pelarangan Kratom Tahun 2023 belum bisa terwujud hingga ada solusi. "Karena dalam kondisi sekarang ini kita harus berpikir bagaimana menjaga ekonomi masyarakat, yaitu dengan mengatur cara penjualannya dengan benar, melalui tata niaga supaya pelaku usaha dapat terkontrol pemasarannya," kata Sutarmidji.
"Pengkajian diharapkan bisa terus dilakukan agar mendapatkan kesimpulan yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," katanya.
Baca juga: Pemkab Kapuas Hulu perjuangkan legalitas kratom
Baca juga: Kalbar ekspor kratom langsung dari Pontianak ke Belanda
Kratom adalah tumbuhan tropis asli Asia Tenggara. Habitatnya adalah lahan basah. Tumbuh subur pada lahan-lahan sempadan sungai dan danau yang beriklim panas dan lembab. Luas lahan kratom di Kalimantan Barat sekitar 11.384 hektare dengan jumlah pohon 21.000.000, menyebar di 23 kecamatan dan 282 desa. Sedangkan masyarakat yang mengelola kratom mencapai 18.392 orang.
Sementara itu Wakil Bupati Kapuas Hulu Wahyudi mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perlu dikembangkan sejumlah tanaman kearifan lokal, seperti tanaman Tengkawang, madu alam dan juga tanaman kratom yang selama ini memang menghidupi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
"Meski pun tanaman endemik Pulau Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu tersebut belum memiliki legalitas regulasi yang jelas, namun tanaman yang banyak dibudidaya masyarakat sangat membantu pertumbuhan ekonomi dan tidak merusak lingkungan, terutama saat pandemi COVID-19," ujarnya.
Oleh sebab itu, Wahyudi menegaskan terkait lingkungan Pemkab Kapuas Hulu tetap berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan kelestarian lingkungan, sehingga potensi alam dan pembangunan di Kapuas Hulu bisa dinikmati anak cucu ke depannya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sutarmidji minta tidak ada larangan pemanfaatan Kratom
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022
"Saya berharap tidak ada pelarangan kratom, setidaknya 15 tahun ke depan. Sampai ada hasil penelitian yang valid, sebab ketika
kratom sudah menjadi komoditas ekspor, tentu negara ingin ada kepastian tentang pemasukan kratom," kata Sutarmidji di Pontianak, Sabtu.
Tanaman kratom dikalangan masyarakat juga dikenal dengan nama Biek atau Ketum adalah sejenis tumbuhan dari famili Rubiaceae.
Gubernur menjelaskan, kratom yang tumbuh subur di lahan yang basah, seperti di wilayah konservasi alam Danau Sentarum, Kabupaten Kapuas Hulu, memang memiliki zat adiktif yang tinggi, namun tidak membuat pemakainya berhalusinasi.
"Untuk itu terkait masalah kratom ini, sebaiknya tidak bisa hanya dilihat dari satu sisi saja, bahkan tumbuhan ini juga bisa digunakan untuk terapi bagi para pecandu narkotika. Manfaat kratom juga sudah masuk dalam kategori tanaman jenis obat yang terdaftar dalam SK Menteri Pertanian Republik Indonesia," tuturnya.
Baca juga: Kalbar bahas pengembangan kratom bersama Moeldoko
Baca juga: (Mencari) Jalan tengah untuk kratom
Untuk membahas lebih dalam mengenai tumbuhan yang memiliki potensi ekspor menjanjikan tersebut, sebelumnya, Sutarmidji menyampaikan berbagai hal terkait manfaat tanaman ini pada simposium bertajuk "Kratom Sustainability" yang dihadiri Senator Amerika Serikat, Curt Bramble, beserta tim dari Amerika Serikat, Asosiasi Kratom Indonesia, Yohanes Cianes Walean, Asosiasi Kratom Amerika, Mac Haddow di Pontianak, Jumat kemarin.
Sutarmidji mengatakan hal yang terpenting adalah harus ada penelitian karena zat yang terkandung dalam kratom memiliki senyawa dengan zat yang ada di tubuh, sehingga bisa menjadi netral.
Dirinya optimis pelarangan Kratom Tahun 2023 belum bisa terwujud hingga ada solusi. "Karena dalam kondisi sekarang ini kita harus berpikir bagaimana menjaga ekonomi masyarakat, yaitu dengan mengatur cara penjualannya dengan benar, melalui tata niaga supaya pelaku usaha dapat terkontrol pemasarannya," kata Sutarmidji.
"Pengkajian diharapkan bisa terus dilakukan agar mendapatkan kesimpulan yang valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah," katanya.
Baca juga: Pemkab Kapuas Hulu perjuangkan legalitas kratom
Baca juga: Kalbar ekspor kratom langsung dari Pontianak ke Belanda
Kratom adalah tumbuhan tropis asli Asia Tenggara. Habitatnya adalah lahan basah. Tumbuh subur pada lahan-lahan sempadan sungai dan danau yang beriklim panas dan lembab. Luas lahan kratom di Kalimantan Barat sekitar 11.384 hektare dengan jumlah pohon 21.000.000, menyebar di 23 kecamatan dan 282 desa. Sedangkan masyarakat yang mengelola kratom mencapai 18.392 orang.
Sementara itu Wakil Bupati Kapuas Hulu Wahyudi mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat perlu dikembangkan sejumlah tanaman kearifan lokal, seperti tanaman Tengkawang, madu alam dan juga tanaman kratom yang selama ini memang menghidupi masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
"Meski pun tanaman endemik Pulau Kalimantan, tepatnya di Kabupaten Kapuas Hulu tersebut belum memiliki legalitas regulasi yang jelas, namun tanaman yang banyak dibudidaya masyarakat sangat membantu pertumbuhan ekonomi dan tidak merusak lingkungan, terutama saat pandemi COVID-19," ujarnya.
Oleh sebab itu, Wahyudi menegaskan terkait lingkungan Pemkab Kapuas Hulu tetap berkomitmen untuk melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang mengedepankan kelestarian lingkungan, sehingga potensi alam dan pembangunan di Kapuas Hulu bisa dinikmati anak cucu ke depannya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Sutarmidji minta tidak ada larangan pemanfaatan Kratom
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022