Dosen Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Albertus Magnus Prestianta menekankan pentingnya menerapkan etika dalam berinternet untuk mencegah timbulnya konflik atau drama di media sosial.

Albertus, dalam rilis pers yang diterima, Jumat, mengatakan konflik atau drama di media sosial kerap terjadi dan dipicu oleh sejumlah hal, seperti informasi hoaks atau pesan menyinggung SARA yang menyulut emosi.

“Lalu, bagaimana mengatasinya? Nah, dalam situasi itu, dibutuhkan apa yang namanya netiket,” ujar Albertus.

Baca juga: Anak muda disarankan kurangi akses media sosial cegah FOMO

Hal itu disampaikannya dalam webinar bertema “Berpikir Sebelum Posting: Hindari Drama di Media Sosial!” di Makassar, Sulawesi Selatan, yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi.

Albertus mengatakan netiket adalah seperangkat cara tentang perilaku dan tata krama saat berkomunikasi dengan orang lain lewat internet.

Prinsip tersebut, kata dia, ibarat pepatah yang berbunyi di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Artinya, di mana pun seseorang berada, orang tersebut harus tetap menghormati aturan yang berlaku.

Untuk mencegah terjadinya drama atau konflik di media sosial, Albertus menyarankan untuk menerapkan prinsip saring sebelum berbagi. Selain itu, perlu pula pemahaman netiket untuk membentengi diri dan mengendalikan diri.

Baca juga: Pentingnya menahan diri dalam berekspresi di medsos
Baca juga: Pentingnya menghormati keberagaman di dunia digital


"Kuasai keterampilan menyeleksi dan menganalisis informasi saat berkomunikasi di platform digital,” ucap Albertus.

Sementara itu, Dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam IAIN Bone Nur Aisyah Rusnali menyarankan beberapa jenis informasi yang patut diwaspadai agar tidak terperangkap informasi hoaks, di antaranya berhati-hati dengan judul berita yang provokatif.

“Perhatikan kalimat yang merendahkan harga diri atau melecehkan orang lain, kelompok, maupun suku. Jika mendapati informasi hoaks, stop untuk tidak meneruskan ke orang lain. Ingat, jejak digital itu abadi,” ucap Nur Aisyah.

Dengan hadirnya program Gerakan Nasional Literasi Digital oleh Kemenkominfo diharapkan dapat mendorong masyarakat menggunakan internet secara cerdas, positif, kreatif, dan produktif.

Kegiatan ini khususnya ditujukan bagi para komunitas di wilayah Sulawesi dan sekitarnya yang tidak hanya bertujuan untuk menciptakan komunitas cerdas, tetapi juga membantu mempersiapkan sumber daya manusia yang lebih unggul dalam memanfaatkan internet secara positif, kritis, dan kreatif di era industri 4.0.

Baca juga: Pelajar di Sekadau dilatih gunakan media sosial secara sehat
Baca juga: Google bantu puluhan startup dan mitra antisipasi ancaman dunia maya
 

Dosen Fisikom Universitas Pancasila Anna Agustina mengingatkan bahwa komunikasi yang terjalin di dunia digital merupakan komunikasi antarmanusia sehingga penting untuk tetap menghormati keberagaman ketika beraktivitas di dalamnya.

“Kita harus selalu menyadari bahwa kita berinteraksi dengan manusia nyata di jaringan lain, bukan sekadar dengan deretan karakter huruf di layar monitor, namun dengan karakter manusia yang sesungguhnya,” ujar Anna dalam keterangan pers yang diterima Senin.

Anna menyampaikannya dalam webinar bertema "Menjadi Pengguna Internet yang Berkarakter Pancasila" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika bersama Siberkreasi di Makassar, Sulawesi Selatan. Baca selengkapnya: Pentingnya menghormati keberagaman di dunia digital


Baca juga: Edi Kamtono imbau pengguna media sosial cerdas untuk memilah informasi
Baca juga: Konten media sosial ANTARA Kalbar menarik perhatian BKKBN untuk penyuluhan
Baca juga: Dewan ajak masyarakat bijak bermedia sosial
 

Pewarta: Fathur Rochman

Editor : Admin Antarakalbar


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2022