Jakarta (ANTARA) - Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menyebutkan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya judi online (judol) penting untuk mengintervensi dan mencegah adiksi yang biasanya dialami oleh korban dari judi online.
"Memutus situs saja tidak bisa menyelesaikan masalah, menutup rekening saja belum tentu menyelesaikan masalah, tapi yang salah satu sumber masalah adalah adiksi atau kecanduan yang sudah begitu tinggi. Ini yang kita mau bantu dengan edukasi agar masyarakat sadar dan harapan kami tentu bahkan mengurangi kecanduan itu," kata Meutya di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM), Jakarta Pusat, Kamis.
Meutya yang telah melakukan pertemuan dengan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) Muhaimin Iskandar di kantor Kemenko PM mengatakan kedua pihak berkomitmen berkolaborasi menggalakkan literasi digital hingga ke desa menggaungkan pesan penting judol adalah penipuan.
Pesan ini penting diamplikfikasi karena judi online yang ada di ruang maya memang bekerja tak kasat mata di ruang digital namun korbannya yang adalah masyarakat merupakan individu yang memiliki kehidupan asli di dunia nyata dan sangat terdampak akibat penipuan dalam jaringan tersebut.
"Kita akan pakai aset-aset dari Pak Menko, yang berupa sumber daya manusia yang luar biasa banyak di berbagai daerah di seluruh desa, untuk juga membantu meggiatkan edukasi ataupun literasi terhadap pemahaman bahwa judi online ini adalah sesungguhnya penipuan secara online," kata Meutya.
Berdasarkan pemantauan desk Penanganan Judi Online yang dimiliki Pemerintah RI ada sebanyak 8,8 juta masyarakat yang terlibat dalam judi online dan di antaranya banyak yang berakhir miskin setelah menjadi korban judi online.
Kalangan pegawai swasta menjadi yang paling banyak terjerat dengan jumlah 1,9 juta korban dan disusul kalangan pelajar dan mahasiswa 960.000 korban.
Meski begitu, ada temuan lain yang mengejutkan bahwa ada sebanyak 96.000 pemain judi online berasal dari kalangan aparat penegak hukum yaitu TNI/Polri, dan pemain judi online dari kalangan anak-anak di bawah usia 10 tahun berjumlah 80.000 orang.
Dengan data yang menunjukkan bahwa judi online menjerat beragam usia dan latar belakang maka dari itu intervensi baik penanganan konten judi online hingga literasi perlu ditingkatkan kepada masyarakat sehingga nantinya judi online bisa ditekan penyebarannya dengan optimal.