Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong semua pihak termasuk perusahaan perkebunan kelapa sawit dan pertambangan di Kalimantan Barat untuk berkontribusi dalam upaya percepatan penurunan "stunting".

"Kasus stunting bisa terjadi karena berbagai faktor. Tidak hanya sekadar akibat kekurangan makanan dan gizi akan tetapi lingkungan juga bisa menjadi penyebab terjadinya kasus stunting. Untuk itu keterlibatan semua pihak sangat penting dalam mengatasi persoalan tersebut," kata Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN RI, Eni Gustina di Kubu Raya, Minggu.

Eni mengatakan, keterlibatan perusahaan sawit dan pertambangan ini seperti halnya di Riau terdapat perusahaan sawit yang sudah menjadi bapak asuh anak "stunting".

"Saat ini BKKBN terus berupaya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak dalam upaya percepatan penurunan stunting. Salah satunya bermitra dengan TNI dan Polri. Terutama untuk memberikan perhatian kepada keluarga yang beresiko stunting. Dandim dan Kapolres sudah menjadi bapak asuh stunting sehingga sangat membantu sekali,” ungkap Eni.

Menurut Deputi KBKR itu lewat program Bapak dan Bunda Asuh Anak Stunting (BAAS) ini diharapkan bisa memberikan dukungan makanan serta lainnya. Dan, para orang tua asuh dapat memberikan bantuan makanan bagi keluarga "stunting" yang difasilitasi oleh BKKBN. 

Sementara itu menurut Eni, pihak perusahaan juga bisa yang terlibat menjadi bapak atau bunda asuh anak "stunting" termasuk bank-bank. Ia menyebut program bapak atau bunda asuh "stunting" sangat mudah, para orang tua asuh cukup memberikan dua butir telur untuk satu anak selama enam bulan. 

Karena ujar Eni lagi, kasus "stunting" tidak bisa sembuh dengan hanya diberikan satu kali makan. Kemudian dalam enam bulan tersebut akan dilakukan evaluasi terhadap pertumbuhan anak tersebut.

"Di tingkat pusat Pertamina juga telah terlibat menjadi bapak asuh stunting. Mudah-mudahan Pertamina di Kalbar juga bisa menjadi bapak asuh anak stunting, kita harapkan mereka bisa menjadi bapak asuh anak stunting dengan jumlah yang besar minimal 100,” harapnya.

Eni menjelaskan dalam memberi bantuan tidak hanya sekadar makanan akan tetapi juga bisa dalam bentuk lain. Misalnya lewat ayam petelur yang kemudian telurnya bisa dimanfaatkan untuk intervensi stunting. Kemudian jika ayam tersebut sudah tidak produktif bisa dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi.

“Sementara dalam upaya pencegahan stunting kita juga perlu lakukan intervensi dari sisi perbaikan lingkungan di tengah masyarakat,” ujar Eni.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Perwakilan (Kaper) BKKBN Kalbar, Pintauli Romangasi Siregar mengungkapkan saat ini kemitraan dengan perkebunan sudah mulai dijalankan oleh kabupaten kota. Hal tersebut menurutnya bisa dilihat saat beberapa agenda seperti rembuk "stunting" dan kunjungan di kabupaten kota.

"Hingga saat ini sebagian besar perusahaan telah menjadi bapak asuh di Kalbar, namun masih perlu dibahas lebih lanjut terkait CSR yang diberikan seperti apa,” katanya. 

Dirinya menyebut hal itu menjadi tantangan ke depan untuk terus mendorong keterlibatan semua pihak dalam upaya percepatan penurunan stunting. Pihaknya akan terus berkolaborasi dengan OPD KB kabupaten kota dalam optimalisasi kemitraan dengan berbagai pihak.

Pinta menegaskan dalam upaya menggandeng berbagai sektor pihaknya tidak menerima bantuan uang. Sehingga saat ini pihaknya masih menunggu prosedur dari Kementerian Kesehatan terkait makanan yang dapat diberikan kepada keluarga berisiko stunting.

“Kami punya data Pendataan Keluarga yang bisa dimanfaatkan untuk intervensi percepatan penurunan stunting. Ini akan kita tawarkan ke pemerintah dan swasta untuk intervensi yang dilakukan dengan menyesuaikan wilayahnya,” kata dia. 

Baca juga: BKKBN Kalbar sebut penanganan stunting mesti disasar dari hulu

Baca juga: Kaper BKKBN Kalbar ingin bantu Melawi atasi stunting

Baca juga: Sintang fokus laksanakan tiga program turunkan stunting

Pewarta: Slamet Ardiansyah

Editor : Nurul Hayat


COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2023