Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau di Batam mengimbau warga untuk sadar hukum terkait satwa yang dilindungi tidak boleh dipelihara, dilepasliarkan, ataupun diperdagangan, agar terhindar dari jeratan hukum.
“Di era sekarang ini, tidak ada alasan warga tidak tau aturan, seharusnya semuanya sudah sadar hukum terkait satwa apa saja yang boleh dipelihara atau tidak,” kata Kepala Seksi Wilayah II Batam Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau Tommy Steven Sinambela di Batam, Rabu.
Baru-baru ini ramai diberitakan terkait warga yang berurusan dengan pengadilan karena memelihara satwa dilindungi dan satwa yang terlarang.
Piyono (61), divonis lima bulan penjara karena memelihara ikan aligator.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, ikan predator tersebut termasuk satwa langka yang tidak boleh dipelihara, diperdagangkan maupun dilepasliarkan di wilayah Indonesia, karena memiliki sifat invasif yang bisa merusak ekosistem air alami.
Kemudian, I Nyoman Sukena (38), warga Desa Bongkasa, Bali, terpaksa duduk di kursi pesakitan karena dipidana memelihara landak jawa.
Baik Piyono dan Sukena, sama-sama mengaku tidak mengetahui aturan yang melarang untuk memelihara satwa tersebut.
Berkaca dari kedau kasus itu, Tommy menyebut, masyarakat hendaknya sadar hukum dengan mencari tau status satwa yang hendak dipelihara tersebut.
“Kalau alasannya enggak bisa baca, kan mereka punya anak yang sekolah, minta tolong anaknya untuk cari tau. Karena satwa-satwa tersebut bukan termasuk satwa peliharaan,” katanya.
Terkait satwa dan tumbuhan apa saja yang bisa dipelihara oleh masyarakat, kata dia, diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106 Tahun 2018.
Menurut Tommy, di Batam beberapa kali dilakukan penindakan terhadap warga yang kedapatan memelihara satwa dilindungi tanpa izin, seperti kakak tua, murai batu, binturong, dan lainnya.
Beberapa ada yang diproses hukum, karena dari hasil pemeriksaan, ada indikasi untuk diperjualbelikan secara ilegal.
“Tapi ada juga warga yang pelihara Binturong di Tanjungpinang, waktu itu dibebaskan oleh hakim karena benar-benar terbukti dia tidak tau kalau itu binturong, dikiranya luwak, selain itu, dia juga bersedia menyerahkan satwa itu untuk disita,” katanya.
Agar kejadian seperti di Malang dan Bali tidak menimpa warga di Batam, maka BBKSDA Batam mengimbau warga untuk memahami aturan, jika ingin memelihara harus mengajukan izin sebagai penangkaran.
BBKSDA di Batam rutin melakukan pengawasan terhadap satwa-satwa yang dilindungi, sekaligus memberikan sosialisasi kepada masyarakat untuk tidak memelihara satwa-satwa liar yang dilindungi.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024