Sampit (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Resor Sampit Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah, menerima seekor trenggiling (Manis javanica) yang merupakan satwa liar dilindungi dari Kepala Desa Batuah, Kecamatan Seranau.
“Kami menerima seekor trenggiling dari Kepala Desa Batuah, menurut keterangan beliau satwa ini ditemukan oleh warga di jalan desa,” kata Komandan BKSDA Resor Sampit Muriansyah, di Sampit, Minggu.
Muriansyah menyampaikan bahwa berdasarkan keterangan Kepala Desa Batuah Sudarno, trenggiling itu ditemukan warganya di jalan desa pada Sabtu (21/12) malam. Trenggiling memang bersifat nokturnal, sehingga tidak heran jika warga menemukannya pada malam hari.
Kepala desa yang mengetahui trenggiling termasuk satwa yang dilindungi undang-undang langsung mengamankan satwa itu, karena khawatir satwa itu dijual oleh warga. Kemudian kepala desa tersebut menghubungi BKSDA.
Awalnya, BKSDA Resor Sampit bermaksud menjemput satwa itu keesokan harinya, namun Sudarno berinisiatif untuk membawa trenggiling itu ke Kota Sampit, sekaligus berkunjung ke tempat tinggal kerabatnya.
Baca juga: Pamtas sita karung berisi sisik trenggiling di batas RI-Malaysia
Sekitar pukul 22.00 WIB, Kepala Desa Batuah membawa hewan pemakan semut itu ke Kota Sampit untuk diserahkan kepada petugas BKSDA setempat. Satwa itu dimasukkan ke dalam kandang yang diikat di belakang motornya.
Di perjalanan satwa itu sempat ingin melarikan diri dengan merusak kandang, namun berhasil dicegah. Sekitar pukul 23.56 WIB proses serah terima satwa pun dilakukan antara Komandan BKSDA Resor Sampit dan Kepala Desa Batuah.
“Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Kepala Desa Batuah yang dengan susah payah mengantarkan trenggiling tersebut ke Sampit. Hal ini menunjukkan kepedulian dan dukungan terhadap upaya menjaga satwa yang dilindungi,” ucap Muriansyah.
Ia menyebutkan jika dilihat dari ukurannya trenggiling yang diterima masih berusia anak-anak dan memiliki berat dua kilogram. Dari pengamatannya kondisi satwa itu tampak sehat, aktif, dan tidak ditemukan luka.
Satwa itu saat ini diamankan di BKSDA Resor Sampit dan rencananya akan segera dilepasliarkan di hutan di wilayah Kotim yang dinilai cocok dengan habitat satwa tersebut.
Baca juga: BKSDA amankan trenggiling dari warga Banten
“Satwa liar memang tidak boleh di kandang terlalu lama, apalagi kalau kondisinya baik atau tidak ada luka, sebab bisa menyebabkan satwa itu stres dan berdampak pada kesehatannya,” ujar dia.
Ia menambahkan bahwa trenggiling ini diduga terpaksa keluar dari habitatnya akibat terdampak pembukaan lahan yang kian marak dan mendorong satwa itu mencari makan di lokasi lain.
Diketahui sebagian wilayah Kecamatan Seranau masih diliputi hutan dan kebun yang menjadi habitat bagi banyak satwa liar. Namun, belakangan aktivitas pembukaan lahan hingga alih fungsi lahan marak terjadi, salah satunya di bagian barat Desa Batuah.
Bahkan, kebun karet yang masih produktif pun ditebang dan diganti dengan tanaman kelapa sawit yang dinilai memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Apalagi, saat ini harga karet sedang tidak stabil.
Di satu sisi, pihaknya tidak bisa melarang warga untuk mengelola lahannya, namun di sisi lain BKSDA mempunyai misi untuk melindungi satwa liar yang dilindungi undang-undang, sehingga dalam hal ini pihaknya mengharapkan bantuan masyarakat.
“Apa yang dilakukan oleh Kepala Desa Batuah ini merupakan contoh yang sangat baik dan kami harap menjadi contoh bagi masyarakat. Apabila menemukan satwa yang dilindungi diharapkan agar segera menghubungi BKSDA atau aparat setempat,” demikian Muriansyah.
Baca juga: Terdakwa kasus sisik trenggiling di Pontianak dituntut 2,5 tahun penjara