Pendiri Komunitas Wisata Sejarah (KUWAS) Kota Pontianak dan juga Dosen Prodi Pendidikan Sejarah Universitas Tanjungpura, Haris Firmansyah mengatakan cagar budaya penting untuk dijaga karena bisa menjadi daya tarik orang untuk berkunjung ke Pontianak
"Cagar budaya Kota Pontianak beragam dan itu bisa menjadi daya tarik wisatawan yang layak dikunjungi dan bisa menjadi magnet bagi wisatawan lokal maupun asing untuk datang ke Pontianak," ujarnya di Pontianak, Sabtu.
Ia menambahkan, di Kota Pontianak cagar budaya yang bisa menjadi objek wisata sejarah terdapat di beberapa lokasi, sesuai dengan tema atau lokasi yang ingin dikunjungi.
"Misal, wisata kesultanan atau yang biasa kita sebut wisata Kota Tradisional. Di mana wisata ini berada di area sejarah yang berasal dari Kesultanan Kadriah, ada Masjid Jami', kemudian istananya, dan beberapa peninggalan lainnya," jelas dia.
Ia mencontohkan, objek wisata sejarah di Kota Pontianak lainnya seperti di Batu Layang ada Makam Kesultanan Batu Layang dan kemudian ada peninggalan Kota Kolonial, sebagai salah satu peninggalan dari Hindia Belanda.
"Nah, dari pusat pemerintahan Kota Pontianak itu ada di Taman Alun Kapuas, yang biasa disebut tanah seribu," tambahnya.
Ia mengatakan bahwa di sekitar pusat Kota Pontianak ada berbagai macam tempat wisata yang sudah menjadi cagar budaya juga, misalnya Bank Indonesia lama, Kantor Pos, Gedung Bappeda, Gedung Kwarda Pramuka Kalbar dan SD 14 Sekolah Belanda.
"Dari semua itu merupakan peninggalan dari kolonial yang bisa menjadi objek wisata di Kota Pontianak," katanya.
Menurut Haris kita sebagai masyarakat harus lebih memperhatikan objek-objek wisata tersebut karena kaya akan nilai sejarahnya.
"Kita perlu mengapresiasi pemerintah juga karena cukup memperhatikan cagar budaya yang menjadi objek wisata, ada beberapa SK cagar budaya yang sudah keluar, sekitar 4-5 bangunan sudah diperhatikan juga, ya walaupun masih perlu banyak evaluasi," ungkapnya.
Pemerintah Kota Pontianak harus fokus pada pembangunan kota, tapi yang sesuai dengan jejak sejarahnya.
"Jadi bukan berarti membangun kota, tapi mengabaikan jejak sejarahnya, atau menghancurkan peninggalan bersejarah ini sebagai pusat pengembangan kota. Sehingga kota kehilangan identitas," kata dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024