Pemerintah Kota Pontianak, Kalimantan Barat, memberi penghargaan kepada 38 pelaku usaha di daerahnya, yang sudah patuh dalam menyetorkan pajaknya.
"Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi kepada para wajib pajak atas kepatuhannya dalam menyetorkan pajak yang dipungut dari konsumennya," ujar Penjabat Wali Kota Pontianak Edi Suryanto di Pontianak, Kalbar, Selasa.
Ia mengatakan penghargaan Pajak Award 2024 ini juga memberikan motivasi dalam meningkatkan saling percaya antara wajib pajak dan Pemerintah Kota Pontianak yang punya kewajiban memberikan layanan kepada seluruh masyarakat.
"Ini juga sebagai bentuk apresiasi kami sebagai dukungan saudara-saudara semua untuk pembangunan di Kota Pontianak," kata dia.
Menurut Edi, penerimaan pajak yang disetorkan oleh setiap pelaku usaha ke pemkot merupakan titipan pajak yang dikumpulkan dari konsumen.
"Dititipkan seratus, ya tolong disetorkan seratus, dititipkan dua ratus, setor lah dua ratus," sebutnya.
Ia menambahkan bagi Pontianak, sebagai kota perdagangan dan jasa, maka pajak merupakan harapan paling besar untuk mendanai pembangunan kota.
Porsi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Pontianak terhadap pajak tercatat mencapai hampir 75 persen.
"Bisa dibayangkan pemerintah kota akan berhenti, termasuk berhenti membangun seandainya masyarakat sebagai wajib pajak tidak patuh dalam membayar pajaknya," katanya.
Pajak daerah di Kota Pontianak mencakup antara lain bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang terdiri atas restoran, hotel, parkir, kesenian dan hiburan, tenaga kelistrikan, reklame, sarang burung walet, dan PBB-P2.
Dalam hal digitalisasi, untuk mengatasi tantangan tersebut, Bapenda Kota Pontianak terus melakukan sosialisasi dan edukasi agar pembayaran pajak daerah bisa dilakukan secara elektronik.
Tujuannya selain memudahkan para wajib pajak, juga mengurangi risiko pajak tidak disetorkan.
Edi menyadari masih rendahnya penggunaan digitalisasi pembayaran pajak, terutama pembayaran PBB-P2 melalui QRIS.
Padahal, pihaknya telah menyebarkan QRIS di seluruh kelurahan. Sayangnya, dari 200 ribu objek pajak, hanya 890 objek pajak, yang menggunakan digitalisasi pembayaran PBB-P2.
"Dengan memanfaatkan digitalisasi pembayaran pajak, para wajib pajak tidak perlu antre, tidak perlu ke bank, tidak perlu ke ATM, tetapi cukup gunakan telpon pintar. Itu harapan ke depannya, di samping itu kita menghindari titipan pajak yang tidak disetorkan," paparnya.
Ia menjabarkan total penerimaan pajak dan distribusi melalui kanal lain baru mencapai Rp260 juta.
Namun, dari penerimaan pajak yang lain sampai dengan 31 Oktober 2024, penerimaan melalui kanal digital tercatat sudah Rp124 miliar.
Melalui sinergi antara Pemkot Pontianak, Bank Kalbar, dan Bank Indonesia, ia berharap terjadinya efisiensi dalam proses pembayaran dan juga transparansi dalam pengelolaan pajak dapat ditingkatkan.
"Saya berharap pada 2025 mendatang, dukungan digitalisasi dalam proses pembayaran pajak benar-benar bisa lebih maksimal," sebutnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024
"Penghargaan ini sebagai bentuk apresiasi kepada para wajib pajak atas kepatuhannya dalam menyetorkan pajak yang dipungut dari konsumennya," ujar Penjabat Wali Kota Pontianak Edi Suryanto di Pontianak, Kalbar, Selasa.
Ia mengatakan penghargaan Pajak Award 2024 ini juga memberikan motivasi dalam meningkatkan saling percaya antara wajib pajak dan Pemerintah Kota Pontianak yang punya kewajiban memberikan layanan kepada seluruh masyarakat.
"Ini juga sebagai bentuk apresiasi kami sebagai dukungan saudara-saudara semua untuk pembangunan di Kota Pontianak," kata dia.
Menurut Edi, penerimaan pajak yang disetorkan oleh setiap pelaku usaha ke pemkot merupakan titipan pajak yang dikumpulkan dari konsumen.
"Dititipkan seratus, ya tolong disetorkan seratus, dititipkan dua ratus, setor lah dua ratus," sebutnya.
Ia menambahkan bagi Pontianak, sebagai kota perdagangan dan jasa, maka pajak merupakan harapan paling besar untuk mendanai pembangunan kota.
Porsi pendapatan asli daerah (PAD) Kota Pontianak terhadap pajak tercatat mencapai hampir 75 persen.
"Bisa dibayangkan pemerintah kota akan berhenti, termasuk berhenti membangun seandainya masyarakat sebagai wajib pajak tidak patuh dalam membayar pajaknya," katanya.
Pajak daerah di Kota Pontianak mencakup antara lain bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang terdiri atas restoran, hotel, parkir, kesenian dan hiburan, tenaga kelistrikan, reklame, sarang burung walet, dan PBB-P2.
Dalam hal digitalisasi, untuk mengatasi tantangan tersebut, Bapenda Kota Pontianak terus melakukan sosialisasi dan edukasi agar pembayaran pajak daerah bisa dilakukan secara elektronik.
Tujuannya selain memudahkan para wajib pajak, juga mengurangi risiko pajak tidak disetorkan.
Edi menyadari masih rendahnya penggunaan digitalisasi pembayaran pajak, terutama pembayaran PBB-P2 melalui QRIS.
Padahal, pihaknya telah menyebarkan QRIS di seluruh kelurahan. Sayangnya, dari 200 ribu objek pajak, hanya 890 objek pajak, yang menggunakan digitalisasi pembayaran PBB-P2.
"Dengan memanfaatkan digitalisasi pembayaran pajak, para wajib pajak tidak perlu antre, tidak perlu ke bank, tidak perlu ke ATM, tetapi cukup gunakan telpon pintar. Itu harapan ke depannya, di samping itu kita menghindari titipan pajak yang tidak disetorkan," paparnya.
Ia menjabarkan total penerimaan pajak dan distribusi melalui kanal lain baru mencapai Rp260 juta.
Namun, dari penerimaan pajak yang lain sampai dengan 31 Oktober 2024, penerimaan melalui kanal digital tercatat sudah Rp124 miliar.
Melalui sinergi antara Pemkot Pontianak, Bank Kalbar, dan Bank Indonesia, ia berharap terjadinya efisiensi dalam proses pembayaran dan juga transparansi dalam pengelolaan pajak dapat ditingkatkan.
"Saya berharap pada 2025 mendatang, dukungan digitalisasi dalam proses pembayaran pajak benar-benar bisa lebih maksimal," sebutnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Kalimantan Barat 2024