Aden, Yaman(ANTARA Kalbar) - Sedikitnya 32 prajurit tewas Senin ketika militan menyerang sebuah posisi militer di Yaman selatan yang sebagian besar dikuasai gerilyawan, kata seorang pejabat.
Penyerbuan itu dilakukan beberapa jam setelah serangan pesawat tak berawak AS menewaskan dua orang di sebuah provinsi berdekatan, termasuk seorang anggota senior Al Qaida.
Pejabat militer itu mengatakan kepada Reuters, orang-orang bersenjata menyerang pasukan Yaman di luar kota Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, menewaskan sedikitnya 32 prajurit. Mereka juga menangkap sejumlah prajurit dan berhasil kabur dengan membawa senjata dan amunisi, tambahnya.
Sedikitnya 40 prajurit terluka dalam serangan tersebut, kata pejabat itu dan sumber-sumber medis. Seorang juru bicara Ansar al-Sharia, kelompok terkait Al Qaida yang menguasai Zinjibar tahun lalu, mengatakan, pihaknya menangkap 28 prajurit dan merebut sebuah tank dalam penyerbuan itu.
Sehari sebelumnya, pemimpin Al Qaida Yaman Fahd al-Quso, yang diburu dalam kaitan dengan pemboman kapal USS Cole pada 2000, tewas dalam serangan udara di Yaman timur, kata seorang kepala suku kepada AFP.
"Fahd al-Quso, yang diburu oleh AS karena serangan terhadap kapal USS Cole, tewas malam ini (Minggu) dalam serangan udara AS di wilayah Rafadh" di provinsi Shabwa, kata Abdel Magid bin Farid al-Awlaqi.
Serangan pada Oktober 2000 terhadap USS Cole, kapal perusak Angkatan Laut AS, di pelabuhan Aden, Yaman, menewaskan 17 pelaut dan mencederai 40 orang.
Quso tewas dalam serangan dua rudal di dekat rumahnya di Rafadh, sebelah timur Ataq, ibu kota provinsi Shabwa, kata kepala suku itu, dengan menambahkan bahwa dua pengawalnya juga tewas dalam serangan tersebut.
Menurut laporan-laporan, pesawat-pesawat tak berawak AS melancarkan sekitar sepuluh serangan udara di Yaman dalam empat bulan terakhir.
Badan Intelijen Pusat AS (CIA) meminta izin untuk melancarkan serangan lebih lanjut pesawat tak berawak di Yaman, meski ada risiko korban mungkin bukan teroris, kata Washington Post pada April.
AS tidak pernah secara resmi mengakui penggunaan pesawat tak berawak terhadap Al Qaida di Yaman, yang dianggap sebagai cabang paling aktif dan mematikan dari jaringan teror global itu dan menjadi pusat perang melawan teror.
Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).
AS ingin presiden baru Yaman, yang berkuasa setelah protes terhadap pendahulunya membuat militer negara itu terpecah menjadi kelompok-kelompok yang bertikai, menyatukan angkatan bersenjata dan menggunakan mereka untuk memerangi kelompok militan itu.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh pada Februari menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabuh Mansur Hadi, yang telah berjanji menumpas Al Qaida.
Pada Maret, 185 prajurit tewas dalam serangan besar Al Qaida terhadap sebuah kamp militer di dekat Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan.
Sejak protes anti-pemerintah meletus di Yaman pada akhir Januari 2011, militan memanfaatkan melemahnya kekuasaan pusat dengan membangun pangkalan di sejumlah provinsi selatan.
Pasukan keamanan Yaman selama beberapa bulan memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Al Qaida di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei 2011.
Kekerasan menewaskan ratusan prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri Ansar al-Sharia (Pengikut Sharia) menguasai sebagian besar Zinjibar pada 29 Mei. Ratusan militan juga tewas dalam bentrokan-bentrokan.
Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Al Qaida, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka.
(M014)