Jakarta (Antara Kalbar) - Di dalam sebatang rokok mengandung 4.000 jenis senyawa kimia beracun yang berbahaya untuk tubuh, 43 diantaranya bersifat karsinogenik (yang menyebabkan kanker atau meningkatkan resiko timbulnya kanker).
Komponen utama yaitu Nikotin suatu zat berbahaya penyebab kecanduan, Tar yang bersifat karsinogenik, dan CO yang dapat menurunkan kandungan oksigen dalam darah, jelas Pusat Komunikasi Publik Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu.
Disebutkan, konsumsi rokok merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti penyakit jantung koroner, stroke, kanker, penyakit paru kronik dan diabetes melitus yang merupakan penyebab kematian utama di dunia, termasuk Indonesia.
Saat ini, lebih dari 60 juta penduduk Indonesia adalah perokok aktif. Jumlah ini terus bertambah dari tahun ke tahun dan menempatkan Indonesia ke peringkat ketiga dengan jumlah perokok aktif tertinggi di dunia setelah China dan India.
Selain berdampak buruk bagi kesehatan perokok itu sendiri, asap rokok juga berbahaya bagi kesehatan orang di sekitarnya, yang disebut perokok pasif.
Sebanyak 62 juta perempuan dan 30 juta laki-laki Indonesia menjadi perokok pasif di Indonesia, dan yang paling menyedihkan adalah anak-anak usia 0-4 tahun yang terpapar asap rokok berjumlah 11,4 juta anak. Rokok merupakan masalah yang kian menjerat anak, remaja dan wanita di Indonesia.
Iklan rokok
Iklan rokok mudah sekali ditemukan, mulai dari surat kabar, majalah, televisi, radio, bahkan terpampang dalam ukuran besar di jalan-jalan utama, bahkan di pintu masuk negara (bandara), baik di ibukota Jakarta maupun di kota-kota lainnya. Iklan rokok juga dikemas dalam tampilan yang sangat menarik. Gencarnya iklan, promosi dan sponsor rokok sangat mempengaruhi generasi muda menjadi perokok pemula.
Berbagai penelitian di dunia mengungkapkan bahwa iklan dan promosi rokok berpengaruh terhadap peningkatan jumlah perokok. Hal ini dikarenakan bahwa iklan, promosi dan sponsor rokok membangun "friendly familiarity" dari masyarakat terhadap produk-produk rokok.
Saat ini, perokok pemula remaja usia 10-14 tahun naik lebih dari tiga kali lipat dalam 10 tahun terakhir, dari 5,9 persen (2001) menjadi 17,5 persen (2010). Sementara perokok pemula usia 15-19 tahun menurun dari 58,9 persen menjadi 43,3 persen. Keadaan ini menunjukkan adanya pergeseran perokok pemula ke kelompok usia yang lebih muda.
Cukai Rokok
Secara makro, pengeluaran pemerintah dan masyarakat terkait tembakau di Indonesia (2010) sebesar Rp231.27 trilyun, terdiri untuk: Biaya perawatan medis berupa rawat inap dan rawat jalan pada 5 jenis penyakit terkait tembakau di Indonesia sebanyak 629.017 kasus penyakit jantung dan pembuluh darah termasuk stroke, kanker, dan gangguan pada janin (Rp2,11 triliun), pembelian rokok (Rp138 triliun), dan kerugian akibat kehilangan produktivitas karena kematian prematur dan morbiditas-disabilitas (Rp91,16 triliun).
Adapun total pendapatan negara dari cukai tembakau pada tahun yang sama hanya sebesar Rp55 triliun. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa beban negara akibat rokok lebih besar dari penghasilan negara dari cukai tembakau.
PP Tembakau
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan atau yang lebih dikenal dengan PP Tembakau dilahirkan (sejak ditandatangani Presiden RI pada 24 Desember 2012) bertujuan untuk melindungi kesehatan perseorangan/individu, keluarga, masyarakat, dan lingkungan; melindungi penduduk usia produktif, terutama pada anak-anak, remaja, dan perempuan hamil dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan; meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok; serta melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok orang lain.
Hal-hal yang diatur secara spesifik pada PP ini, diantaranya: Pencantuman Informasi kadar nikotin dan tar serta bahan tambahan lainnya (dilarang mencantumkan kata-kata yang menyesatkan); Pencantuman peringatan kesehatan berbentuk gambar dan tulisan seluas 40 persen kemasan depan dan belakang; Kawasan Tanpa Rokok (KTR); Perlindungan anak dan wanita hamil; Pengendalian Iklan Rokok; Pengawasan terhadap Perusahaan Rokok; dan lain-lain.
Tidak kalah penting, PP 109/2012 tidak melarang petani untuk menanam tembakau. PP menjamin kelestarian tanaman tembakau dengan tetap mengupayakan pengembangan mutu tanaman tembakau agar dapat bersaing dengan mutu tembakau impor dan mampu memenuhi kebutuhan tembakau bagi industri rokok dalam negeri.
PP ini justru mendorong pengembangan diversifikasi produk tembakau, serta memberikan kemudahan bagi produk rokok nasional dan industri kecil. Selain itu, PP ini tidak melarang iklan secara total.
Saat ini, PP Tembakau kembali hangat di berbagai pemberitaan media. Hal ini dikarenakan PP No.109/2012 ini sering dijadikan “alat†kampanye bagi para politisi dalam negeri pada berbagai ajang pemilihan calon pemimpin.
Karena itu, kepekaan masyarakat dalam menyaring informasi yang benar dan tidak menyesatkan, sangat diperlukan. Sejak awal, lahirnya PP 109/2012 secara jelas diperuntukkan dengan tujuan untuk melindungi kesehatan masyarakat dan dapat membantu perekonomian Negara.
(Ant News)