Entikong (Antara Kalbar) - Aksi damai yang digelar Aliansi Elemen Masyarakat Perbatasan yang terdiri, Asppindo, Ketua Dewan Adat Dayak, Temanggung Adat Dayak, Majelis Adat Budaya Melayu, PDKS, Pemuda Panca Marga, Pemuda Pancasila dan perwakilan masyarakat dari lima kecamatan yang tergabung dalam Kabupaten Sekayam Raya di PPLB Entikong, Selasa (10/9), berjalan lancar dan tertib.
Aksi damai tersebut dimulai pukul.10.30 WIB massa yang ikut dalam aksi tersebut kurang lebih 200 orang perwakilan dari lima kecamatan.
Massa meminta pemerintah pusat untuk mengkaji ulang perjanjian Sosek Malindo tahun 1970 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan saat ini.
Ketua aksi dilapangan Cristoforus S Lomon mengatakan, sejak zaman konfrontasi sampai saat ini masyarakat di perbatasan tidak pernah sekalipun untuk berpaling dari NKRI, tetapi didalam kesejahteraan, kemakmuran dan kepentingan didalam berniaga selalu dianak tirikan.
Oleh sebab itu, pihaknya melakukan aksi damai menuntut pemerintah pusat untuk melakukan revisi perjanjian Sosek Malindo.
“Perjanjian Sosek Malindo, seharusnya bisa mensejahterakan masyarakat perbatasan. Yang terjadi sebaliknya malah mengsengsarakan masyarakat. Buktinya, pelaku usaha kerap ditangkap barang muatannya. Padahal barang tersebut masuk melalui pintu PPLB resmi di Entikong,†jelas Cris.
Dikatakannya, warga menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika berkunjung ke Entikong beberapa tahun lalu. SBY pernah berucap, akan mempermudah perdagangan bagi masyarakat perbatasan untuk meningkatkan perekonomian masyarakat setempat. Tetapi sebaliknya yang terjadi, pelaku usaha membeli barang dari Malaysia ketika keluar dari Entikong dianggap barang illegal yang tidak pantas untuk diperjual belikan.
Sementara itu, Temanggung Adat Dayak Perbatasan, Jhon Bandan mengungkapkan rasa kecewanya kepada pemerintah pusat yang selama ini kerap mengumbar janji.
“Saya tegaskan kembali, pemerintah pusat harus bertanggungjawab atas semua permasalahan yang terjadi di perbatasan. Terkait kebijakan yang tidak memihak kepada masyarakat dan masalah tata niaga yang tidak jelas aturan mainnya,†ucap Jhon Bandan.
Disampaikannya, dalam tata niaga di Entikong. masyarakat memanfaatkan kuota belanja 600 RM yang diatur dalam BTA ( Border Trade Agreetmen) ,namun pelaku usaha yang sudah mendapatkan persetujuan pengeluaran barang melalui Bea Dan Cukai ketika barang tersebut keluar dari Balai Karangan ditangkap oleh petugas dilapangan dengan alasan tidak mengantongi izin atau dokumen yang resmi.
"Nah terkait izin dan dokumen dalam hal ini perlu dipertegas sejauh mana barang tersebut bisa diperjual belikan. Jika tidak boleh keluar dari wilayah perbatasan, maka tidak ada gunanya border ini dibuka secara resmi. Bagus ditutup saja, maka tidak ada masalah yang terjadi,†ujar Jhon Bandan.
Usai melakukan orasi kurang lebih dua jam massa dari lima kecamatan membubarkan diri, sedangkan dari perwakilan Aliansi komponen Masyarakat perbatasan mengultimatum pemerintah pusat. Apa bila dalam waktu satu bulan tidak ada tanggapan atau pun perbaikan dari tuntutan masyarakat. Maka aksi yang lebih besar akan dilakukan kembali di PPLB Entikong sekaligus mengembok pagar pintu PPLB Entikong.
Sementara itu Kapolres Sanggau AKBP Sigit Dedy P mengatakan, apa yang sudah disampaikan perwakilan aliansi di PPLB akan ditindaklanjuti. Pihaknya akan berkoordinasi untuk mencari solusi terkait carut marutnya tata niaga di perbatasan.
Ia mengatakan, pihaknya melakukan pengamanan di sepanjang jalur perbatasan khususnya juga berdasarkan aturan. Karena pintu perbatasan rawan akan barang-barang illegal yang berbahaya, mulai dari senjata api, narkoba dan produk lainnya.
Saat aksi damai tersebut pengamanannya dibantu polsek-polsek yang ada di jalur sutra, mulai dari Beduai, Sekayam dan Entikong.
Demo Aliansi Masyarakat Perbatasan di Entikong Berjalan Tertib
Selasa, 10 September 2013 21:35 WIB