Bogor (Antara) - Dosen Departemen Agonomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Doktor Ade Wachjar menyatakan bahwa solusi dan tantangan ke depan dalam usaha komoditas kopi adalah meningkatkan daya saing, terutama untuk kopi rakyat.
"Yakni, dengan cara meningkatkan produksi, baik kualitas maupun kuantitas, dan penanaman bahan tanam dari klon unggul," katanya di Bogor, Jawa Barat, Minggu.
Ia mengatakan bahwa paparan itu juga telah disampaikannya pada dialog publik dengan tema "Potensi Pengembangan Kopi Indonesia: Peluang, Permasalahan, dan Tantangannya", yang digagas bersama IPB dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Menurut dia, upaya lainnya adalah melakukan peremajaan pada tanaman kopi yang sudah tua, dan pemeliharaan secara intensif.
Sementara itu, terkait dengan kondisi iklim yang tidak menentu, kata dia, bisa dilakukan upaya memberi pelatihan kepada petani mengenai peramalan cuaca dan penanaman tanaman pelindung.
Terkait dengan pemasaran, dia memandang perlu upaya meningkatkan konsumsi domestik dan meningkatkan produk-produk organik karena konsumen telah sadar mana produk yang berkualitas dan aman bagi kesehatan.
Soal peluang dan prospek usaha perkopian Indonesia, menurut Ade Wachjar, peluangnya prospektif karena konsumen dunia sudah mengarah ke produk kopi nonkonvensional, dan kopi spesial (spesialty coffee).
Ia menjelaskan bahwa ada beberapa kopi arabika yang spesial, seperti Mandailing Coffee (Sumatera Utara), Lintong Coffee (Sumatera Utara), Gayo Mountain Coffee (Aceh), Java Arabica Coffee (Jawa Timur), Kintamani Coffee (Bali).
Kemudian, Toraja-Kalosi Coffee (Sulawesi Selatan), Flores- Bajawa Coffee (Nusa Tenggara Timur), Baliem Coffee (Papua), dan Luwak Coffee (Jawa).
"Jadi, ini merupakan kopi spesial yang mempunyai nilai tinggi di dunia," katanya.
Hanya saja, ditegaskannya kembali bahwa masalah pokok dalam usaha perkopian Indonesia adalah tingkat produktivitas yang masih rendah.
Penyebabnya, kata dia, mungkin iklim kurang cocok untuk beberapa daerah, bahan tanaman kurang unggul, tanaman sudah terlalu tua, dan pemeliharaan belum optimal.
Kondisi itu juga dikemukakan oleh Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Enrekang, Sulsel, Darmawati Anto.
Ia menjelaskan bahwa Kabupaten Enrekang merupakan daerah penghasil kopi arabika kalosi Enrekang.
Namun, salah satu masalahnya adalah kopi dari Kabupaten Enrekang produktivitasnya belum mencapai 1 ton per hektare karena dari luasan 12.088 hektare, sebanyak 40 persen sudah tidak produktif.
Tanaman kopi di daerah tersebut ditanam pada tahun 1970-an, dan secara teknis, tanaman kopi yang berusia di atas 25 tahun mestinya sudah direhabilitasi, katanya.
Pakar IPB: Tantangan Kopi Rakyat Peremajaan Tanaman
Minggu, 15 September 2013 15:10 WIB