Pontianak (Antara Kalbar) - Pelaksanaan program pendidikan nasional harus melibatkan seluruh "stakeholder" di luar pendidikan guna meningkatkan mutu atau kualitas dari pendidikan itu sendiri, kata Lutfi Firdausi, Direktur Eksekutif Lembaga Pelatihan dan Konsultasi - Inovasi Pendidikan Indonesia (LPK-IPI), Sabtu.
Karena itu pula, USAID-Kinerja ikut berperan dalam bidang pendidikan di Indonesia dewasa ini, kata Luthfi Firdausi, dalam diskusi USAID-Kinerja dengan Jurnalis Perempuan Khatulistiwa (JPK), di ruang rapat Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kalbar di Pontianak.
Ia mengatakan program kerja USAID-Kinerja berkaitan pembangunan pendidikan di Indonesia, meliputi manajemen berbasis sekolah (MBS), distribusi guru secara proporsional (DGP), penghitungan biaya satuan pendidikan (BOSP).
Sedangkan bentuk pendekatannya, inovasi dan insentif. Dengan strategi program yang dilakukan, meliputi pelatihan
dan lokakarya atau workshop, pendampingan, mengutamakan isu pendidikan melalui media, pengembangan multi
stakeholder forum, advokasi kebijakan dan replikasi, pelembagaan dan diseminasi.
Dia menambahkan bahwa isu pendidikan nasional yang penting pada prinsipnya, pendidikan harus melibatkan seluruh stakeholder di luar pendidikan. Pendekatan yang diterapkan USAID-Kinerja, merupakan program tata layanan, yang tidak khusus pelayanan.
Misalnya dalam bentuk pelatihan dan lokakarya, tidak hanya pada kedinasan tapi juga pada stakeholder forum, bertujuan bagaimana mengembangkan tata kelola yang baik.
"Dengan inovasi untuk meningkatkan kemampuan pemberian layanan untuk pengelolaan pelayanan berbasis inovasi
dan praktik yang baik. Secara insentif guna meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kualitas pelayanan
pemerintah daerah," katanya lagi.
Menurut dia, pendidikan dalam program USAID-Kinerja bidang pendidikan dasar ada tiga item, dan daerah hanya diberikan satu paket dari tiga program tersebut. Kecuali ia mengambil program kerja satu paket dalam satu tahun kerjanya," jelasnya.
Sedangkan kaitannya dengan Distribusi Guru secara Proporsional (DGP), lanjut Luthfi salah satunya distribusi guru bertujuan untuk mengisi kekosongan pembelajaran, dimana siswa terganggu aktivitas belajar karena tidak ada guru yang erat kaitannya dengan efektivitas pembelajaran.
"Di mana dampak kekurangan guru karena kurangnya kualitas pelayanan pendidikan yang berpengaruh kepada
kompetensi anak didik. Sedangkan kelebihan guru, maka guru akan kesulitan memenuhi kewajiban 24 jam mengajar, pemborosan APBD bagi guru PNS dan pemborosan dana BOS bagi guru honorer," ujarnya lagi.
Program lainnya, yakni dari program biaya operasional satuan pendidikan (BOSP). Berdasarkan hasil analisa kesenjangan antara kebutuhan aktual BOSP dan BOS, juga hasil analisis pendapatan dan belanja pada alokasi dana pendidikan di daerah serta alternatif sumber pembiayaannya dan kebijakan alternatif pemenuhan pembiayaan hasil hitungan BOSP.
Ia menyebut dewasa ini banyak para orang tua menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya pada sekolah gratis. Orang tua mengandalkan pendidikan gratis melalui dana BOS yang disalurkan pemerintah.
"Jika banyak orang tua seperti ini, maka banyak pula orang tua yang tidak bisa masuk surga karena melepaskan tanggung jawab pendidikan anak-anaknya karena mengandalkan sekolah gratis," katanya, dengan nada kelakar.
Berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia, LPK-IPI mengharapkan peran media semakin ditingkatkan terutama dalam mengangkat kebijakan pemerintah di bidang pendidikan, juga memperjuangkan
kebijakan pendidikan berorientasi publik dan institusionalisasi, serta mendokumentasikan praktik yang baik dalam implementasi program tata layanan pendidikan.
LPK-IPI: Pendidikan Nasional Harus Melibatkan Seluruh "Stakeholder"
Sabtu, 18 Januari 2014 22:58 WIB