Jakarta (Antara Kalbar) - Almarhum Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Muhammad Achmad Sahal Mahfudz adalah ulama sederhana dan panutan, keteladanannya pantas ditiru generasi muda dan dengan segala kelebihan yang ada pada dirinya mampu menempatkan dirinya di tengah masyarakat, organisasi politik dan birokrat.
"Beliau semasa hidup berusaha bersikap adil dalam memberikan pelayanan kepada umat," kata Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar dalam percakapan dengan Antara melalui telepon di Jakarta, Jumat pagi.
Rais Aam Syuriah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH. MA. Sahal Mahfudz pada Jumat (24/1) dinihari pukul 01.05 WIB. Kiai yang akrab disapa Mbah Sahal itu menghembuskan nafas terakhir di kediamannya, kompleks pesantren Mathali'ul Falah, Kajen, Pati, Jawa Tengah.
Sebagai orang yang dekat dengan almarhum, Nasaruddin Umar mengaku tahu persis sikap KH Sahal Mahfudz menjaga hubungan baik dengan pemerintah, para pengurus partai dan tidak pernah menggunakan pengaruhnya untuk membuat surat katabelece agar si A atau si B diangkat dan menduduki jabatan tertentu.
Kalau satu orang partai diterima di kediamannya, maka anggota partai lain pun harus dapat diterima.
"Jika tidak, semua orang partai dilarang menemui diri KH Sahal di kediamannya," ujar Nasaruddin.
Selain itu, KH Sahal pun sangat teliti. Ia kerap kali bertanya kepada dirinya jika ada surat-surat yang diantarnya untuk ditandatanganinya, apakah sudah dibaca terlebih dahulu.
"Apa Pak Nasaruddin sudah membacanya, saya jawab sudah. Lantas, surat yang sudah diberi disposisi itu ditandatanganinya," cerita Nasaruddin Umar, yang mengaku pernah duduk sebagai sekretaris di PBNU itu.
KH Sahal Mahfudz tak pernah terlihat marah. Jika ada orang mengadukan persoalan dan menjelekkan pihak lain, ia hanya tersenyum. Nasihatnya sangat menyentuh hati. Dan jika ada persoalan yang menyangkut umat, berkaitan dengan kepentingan negara, ia tak segan-segan mendiskusikan dengan Nasaruddin Umar.
"Saya masih harus banyak lagi menimba ilmu," ujar dia.
Dukungan keluarga dalam berorganisasi di PBNU sangat kuat sekali. Itu terlihat jika KH Sahal istirahat, tamu yang ingin menjumpainya diatur sedemikian rupa tanpa harus menimbulkan ketersinggungan.
"Tunggu ya, yai masih istirahat," kata Nasaruddin menirukan suara isteri KH Sahal kepada tamunya. Jika ada tamu dari luar kota, di kediaman KH Sahal tersedia ruang tamu untuk menginap. Kondisi ruang tamunya sangat sederhana, bersih dan sejuk.
Meski berdomisili jauh dari ibu kota, sepengetahuan Nasaruddin Umat, tak pernah ada pihak yang mewacanakan beliau untuk diganti kedudukannya dari kepengurusan NU. Itu artinya apa, bahwa beliau dapat diterima semua kalangan.
Tapi, keteladanan KH Sahal tidak sampai di situ. Dia adalah sosok orang paling sederhana. Kemana pergi kerap mengenakan kain sarung, kata Muhammad Maftuh Basyuni, mantan menteri agama.
Maftuh memang banyak menyimpan kenangan dengan KH Sahal Mahfudz. Sayangnya tidak mau menjelaskan lebih jauh. Dari sisi keluarga, KH Mahfurdz dipanggil dengan sebutan "pak le".
Kecewa tak datang
Mantan Menteri Agama Maftuh Basyuni dan Wamenag Nasaruddin Umar memgaku kecewa tidak dapat menghadiri acara pemakaman KH Sahal Mahfudz. Pasalnya, cuca buruk dalam pekan ini menyulitkan dirinya untuk datang. Sepekan terakhir ini hujan terus menerus tak henti berlangsung di berbagai wilayah Indonesia.
"Jalan di Kudus juga putus," kata Maftuh yang berniat datang ke lokasi pemakaman.
Rencananya, jenazah Kiai kharismatik ini dimakamkan di Kompleks Pesantren Mathali'ul Falah pada Jumat pagi, pukul 9.00 WIB. Kiai Sahal Mahfudz yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) lahir di Pati, 17 Desember 1937 silam. Sejak tahun 1963, Kiai Sahal memimpin Pondok Pesantren Maslakul Huda di Kajen Margoyoso, Pati, Jateng peninggalan ayahnya, KH Mahfudz Salam.
Kiai kharismatik yang disegani di dalam dan di luar negeri ini telah menghasilkan puluhan ribu alumni. Karena kealimannya, Kiai Sahal selalu dilibatkan dalam proses penetapan hukum Islam baik soal klasik maupun kontemporer.
Kiai Sahal Mahfudz yang juga Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) lahir di Pati, 17 Desember 1937. Sejak 1963, Kiai Sahal memimpin Pondok Pesantren Maslakul Huda di Kajen Margoyoso, Pati, Jateng, yang merupakan peninggalan ayahnya, K.H. Mahfudz Salam.
Terkait dengan para tamu yang hadir pada acara pemakaman, sekretaris pribadi Kiai Sahal, Muhammad Najib, menyarankan bagi warga yang hendak bertakziah atau menyalatkan jenazah Embah Sahal di Pati sebaiknya melewati sejumlah jalur alternatif lantaran bencana banjir yang menimpa jalan Pantura.
"Kalau dari Semarang dan Demak lebih baik lewat Purwodadi, sedangkan dari Surabaya lebih baik lewat Bojonegoro atau Cepu," imbuhnya.
Sementara itu, putra Embah Sahal, Abdul Ghaffarur Rozin, pekan lalu sempat menyatakan membaiknya kondisi Kiai Sahal ketika dirawat di sebuah rumah sakit di Semarang.
KH Muhammad Achmad Sahal Mahfudz sempat dirawat di RSUP Dr Kariadi Semarang, Jawa Tengah. Kondisinya sempat membaik.
"Beliau sudah sadar dan tidak memakai alat bantu pernafasan lagi," kata Humas RSUP Dr Kariadi Semarang, Darwito, Jumat (17/1).
Kendati sudah mulai membaik, kata Darwito, Mbah Sahal yang ditunggui Nyai Sahal dan putra sulungnya belum boleh dibezuk atau menerima kunjungan.
Kiai Sahal dirawat di Paviliun Garuda sejak sepekan lalu, menurut Darwito, ditangani oleh tim dokter bedah jantung. Empat dokter ahli yang melakukan penanganan khusus itu diketua oleh dr Sahal Fatah, ahli bedah jantung dan kardiovaskuler .
Terkait dengan wafatnya KH Sahal Mahfudz itu, Nasaruddin Umar mengimbau pada shalat Jumat (24/1) itu hendaknya dapat melaksanakan shalat ghaib berjamaah bagi tokoh dan ulama sederhana itu.
