Pontianak (Antara Kalbar) - Politisi Partai Golkar Bobby Rizaldi menyatakan wancana pemerintah akan menunjuk PGN (Perusahaan Gas Nasional) untuk menjalankan bisnis gas perlu di kaji kembali.
"Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah,
Pertama, ada dua BUMN yang sudah mempunyai infrastruktur jaringan dan distribusi masing-masing sekaligus memiliki pasarnya," kata Bobby Rizaldi dalam keterangan tertulisnya kepada Antara di Pontianak, Rabu.
Kedua, baik Pertamina dan PGN memiliki sumber gas yang berbeda-beda dari Hulu-nya, yang mana bila disatukan atau dikonsolidasi dalam satu entitas, malah menjadi tidak efisien karena perbedaan struktur biayanya. Ketiga, single aggregator dalam industri gas hilir, rentan membentuk pasar monopolistic yang nantinya akan membuat konsumen kehilangan opsi yang kompetitif, dan melanggar UU persaingan usaha, katanya.
"Saya usulkan, sebagai langkah awal, sebaiknya Pertamina dan PGN membuat konsorsium saja melalui anak perusahaan masing-masing. Jika nanti konsep bisnisnya sudah jelas, maka ini bisa dilanjutkan, karena
kita tahu bahwa PGN dan Pertamina juga sudah melakukan Joint Venture di FSRU (Floating Storage Regasification Unit) PT Nusantara Regas di Muara Karang, sehingga kenapa pola ini tidak diteruskan saja," ungkapnya.
Sementara itu, Direktur Energy Watch Mamit Setiawan menyatakan selama studi atau kajian tersebut belum selesai, perintahkan saja agar PGN mensuplai gasnya ke SPBG-SPBG Pertamina, dan Pertamina harus memberikan izin pembangunan SPBG PGN di lokasi SPBU secara equal bisnis.
Menurut dia jika Pertamina dan PGN harus bersaing dalam bisnis ini, maka harus diarahkan bersaing secara sehat. Karena dua perusahaan ini mempunyai kemampuan dari sisi modal dalam membangun infrastruktur pembuatan SPBG maupun SPBT.
"Dengan persaingan yang sehat ini, kedepan masyarakat yang akan menikmati secara keseluruhan," ujarnya.
Pemerintah dalam hal ini menteri BUMN harus tegas menyikapi masalah ini dengan benar dan bijaksana sehingga kedua BUMN ini bisa bersinergi dan tidak saling menjatuhkan, katanya.
Rencana PGN membangun SPBT pada SPBU Pertamina tersebut sempat dikritisi oleh masyarakat dan diduga sebagai strategi "mengkebiri" Pertamina. Karena PGN adalah sebuah BUMN namun sudah merupakan perusahaan terbuka, BUMN yang sahamnya dilepas ke masyarakat, sekitar 43 persen saham PGN dimiliki oleh investor asing.
Sebelumnya, Menteri ESDM Sudirman Said sempat meluruskan persepsi tentang pengelolaan bisnis gas ke depan, karena ada beberapa pihak yang menangkapnya secara salah.
Sudirman menyatakan memang benar ada diskusi tentang memaksimalkan nilai bisnis bagi Pertamina dan Perusahaan Gas Negara (PGN), tetapi masih sangat awal. Arahnya adalah bagaimana kedua perusahaan negara tidak saling merugikan, sebaliknya harus bersinergi untuk saling memperkuat.
Menurut Sudirman yang akan dilakukan adalah suatu joint studi antara Pertamina dan PGN, difasilitasi oleh Pemerintah. Studi ini dimaksudkan untuk mencari titik optimal bagaimana pengelolaan bisnis gas harus ditata diantara keduanya, kepentingan negara yang harus ditempatkan sebagai prioritas.
Menteri ESDM menambahkan, terlalu terburu-buru kalau ada yang menyimpulkan bahwa PGN akan ambil alih bisnis gas.