Surabaya (Antara Kalbar) - Penggagas Kurikulum 2013 dan mantan Mendikbud Mohammad Nuh menegaskan, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 tidak sesuai UU 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) karena itu pihaknya merumuskan Kurikulum 2013.
"Itu pun, KTSP 2006 tidak langsung kami ganti, karena kami ingin menjaga kesinambungan, lalu kami lakukan evaluasi hingga 2012 sebagai bahan untuk membenahi kurikulum yang baru nanti," katanya dalam dialog dengan pers di Surabaya, Kamis.
Guru Besar ITS Surabaya yang juga Ketua Umum Yayasan RSI Surabaya (Yarsis) itu menjelaskan, UU Sisdiknas mengamanatkan tiga kompetensi pendidikan yakni pengetahuan, ketrampilan, dan sikap.
"Tiga kompetensi itu tidak ada dalam UU Sisdiknas, karena itu merancang kurikulum baru, bahkan Kurikulum 2013 itu juga disesuaikan dengan amanat dalam UU Sisdiknas tentang konsep kesatuan atau integrasi dalam pendidikan," katanya.
Bahkan, konsep integratif itu mulai ditiru Malaysia. "Presiden Obama pun pada tahun 2014 mulai memasukkan konten nonfiksi dari mata pelajaran IPA, IPS, dan PKN ke dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia. Jadi, kita sudah sejak 2013, tapi Amerika baru memulai tahun 2014," katanya.
Karena itu, katanya, tiga kompetensi dan sistem tematik integratif yang diterapkan dalam Kurikulum 2013 itu sudah sesuai UU Sisdiknas. "Kompetensi sikap itu jangan diartikan agama-isasi, tapi pembentukan karakter. Itu cita-cita UU Sisdiknas," katanya.
Dalam kesempatan itu, Nuh membongkar evaluasi yang sudah dilakukan terhadap KTSP 2006. "Jadi, tidak benar kalau kita merancang Kurikulum 2013 tanpa melakukan evaluasi terhadap KTSP 2006, tapi sengaja kita rahasiakan untuk etika," katanya.
Menurut dia, hasil evaluasi mendasar KTSP 2006 adalah ketidaksesuaian dengan UU Sisdiknas, lalu evaluasi teknis terkait kesalahan materi, kesalahan ketrampilan, kesalahan metode dan sistem pembelajaran, dan kesalahan sistem penilaian.
"Kesalahan materi terkait kemampuan nalar dan analisa data yang lemah pada pelajar Indonesia sesuai hasil survei PISA dan TIMSS, karena itu kita benahi sistem hapalan menjadi sistem kreatif melalui tematik integratif," katanya.
Selain itu, materi sejarah untuk SMK tidak ada dalam KTSP 2006, materi budi pekerti dan karakter juga tidak ada, materi Bahasa Indonesia hanya dua jam pelajaran tapi Bahasa Inggris ada empat jam pelajaran, dan sebagainya.
Sementara itu, kesalahan dalam ketrampilan adalah menyederhanakan ketrampilan dengan prakarya, padahal ketrampilan itu juga menyangkut ketrampilan berpikir.
"Itu terjadi, karena Kurikulum 2013 tidak berpusat pada buku atau guru, Kurikulum 2013 juga bukan hafalan tapi mendorong berpikir kreatif, dan Kurikulum 2013 juga mengalihkan kurikulum yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada siswa," katanya.
Ia menyarankan kepada Mendikbud untuk melakukan langkah bijak yakni melakukan evaluasi sesuai "roadmap" (bertahap), meningkatkan penguatan guru, dan hindari langkah mubazir untuk lembaga pendidikan yang sudah siap dan buku yang sudah tercetak.
Dalam kesempatan itu, Nuh juga menyinggung kesiapan guru. "Guru itu lebih siap dengan Kurikulum 2013 daripada KTSP 2006, karena hasil UKG (uji kompetensi guru) untuk KTSP 2006 itu 43,82 persen (dalam penguasaan materi), sedangkan hasil UKG untuk Kurikulum 2013 mencapai 70,33.
"Jadi, secara akademik, kesiapan guru untuk kembali pada KTSP 2006 itu patut dipertanyakan, karena nilai UKG-nya hanya 43,82 persen. Apa perlu latihan lagi, padahal nilai UKG untuk Kurikulum 2013 sudah mencapai 70,33 persen, bahkan sensus pada siswa untuk implementasi Kurikulum 2013 itu juga positif," katanya.
(E011/S. Muryono)