Jakarta (Antara Kalbar) - Pimpinan dan anggota Komisi V DPR disebut membagi-bagi jatah dana aspirasi terkait proyek yang ada di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
"Saksi menyatakan dalam BAP (Berita Acara Pemeriksaan) bahwa 'Pada bulan September sebelum raker, saya, Pak Hasan dan Pak Subagiono bertemu pimpinan Komisi V Farry Djemy Francis, Lazarus, Michael Wattimena dan anggota Komisi V lain mengatakan bahwa ada pagu untuk anggota Komisi sebesar Rp50-60 miliar, Kapoksi (Kepala Kelompok Fraksi) sebesar Rp70 miliar, dan pimpinan Komisi sebesar Rp400-450 miliar', apakah hal ini benar?" tanya jaksa penuntut umum KPK Ronald Worontikan dalam sidang pemeriksaan saksi di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu.
"Betul pertemuan itu ada, tapi bukan hanya dihadiri seluruh pimpinan tapi semua anggota Komisi juga. Jadi pada 14 September 2015 diadakan pertemuan karena mereka ingin menanyakan usulan dana aspirasi yang seluruh jumlahnya adalah Rp17 triliun. jadi kami dipanggil, seharusnya Dirjen yang hadir tapi akhirnya diwakili direktur yaitu kami bersama Pak Hasan dan Pak Bagio," kata Pejabat Pembuat Komitmen Satuan Kerja (Satker) Perencanaan dan Pengawasan Jalan Nasional (PPJN) Sulawesi Barat Kementerian PUPR Ign Wing Kusbimanto.
Bagio yang dimaksud adalah Direktur Pengembangan Jaringan Jalan Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga Kementerian PUPR Subagiono, sedangkan Hasan adalah Kepala Biro Perencanaan dan Anggaran Kementerian PUPR, A Hasanudin.
Wing bersaksi untuk anggota Komisi V DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Damayanti Wisnu Putranti yang didakwa menerima 328 ribu dolar Singapura (setara Rp3,1 miliar), Rp1 miliar dalam mata uang dolar AS dan 404 ribu dolar Singapura (setara Rp4 miliar) dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Tujuan pemberian uang adalah agar Damayanti mengusulkan kegiatan pelebaran Jalan Tehoru-Laimu dan menggerakkan anggota Komisi V dari fraksi Golkar Budi Supriyanto mengusulkan kegiatan pekerjaan rekonstruksi Jalan Werinama-Laimu di wilayah Balai Pelaksana Jalan Nasional IX (BPJN IX) Maluku dan Maluku Utara sebagai usulan program aspirasi anggota Komisi V yang akan dikerjakan PT Windhu Tunggal Utama.
"Tapi kami tidak membahas pagu mereka, concern kami adalah jumlah aspirasi Rp17 triliun tadi tidak mampu ditampung, kami ingin seringan-ringannya tapi Rp0 juga tidak mungkin karena itu udah pakai UU MD3, tapi pembagian pagu itu siapa dan bagaimana kami tidak ikut-ikutan, kami hanya mendengar," tambah Wing.
Akhirnya jumlah yang disepakati adalah Rp5 triliun.
"Usulan program dan fungsi itu akhirnya diserahkan pada 28 Oktober 2015. Saya paraf lalu ditandatangani menteri dan pimpinan Komisi V," tambah Wing.
Namun Wing mengaku tidak tahu apakah usulan Damayanti masuk dalam jumlah Rp2,8 triliun tersebut.
"Kami tidak tahu (apakah usulan Damayanti masuk) karena total paket ada 18 ribu, kalau mereka (pimpinan Komisi) sudah tanda tangan mestinya sudah masuk. Ada semua rekap tentang yang dialokasikan untuk pimpinan Komisi dan wakilnya data di KPK ada, saya tidak hafal satu-satu," ungkap Wing.
Menurut Wing semua pimpinan pun berhasil memasukkan dana aspirasinya.
"Fary Francis kisaran Rp500 miliar, wakilnya kurang lebih sama. Ada usulan melalui kapoksi, ada juga individu langsung, jadi bervariasi tidak sama semua fraksi," ungkap Wing.
Sedangkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian PUPR Taufik Widyoyono pun mengakui bahwa hampir seluruh anggota dewan mengusulkan.
"Dana aspirasi untuk seluruh anggota dewan itu sekitar Rp5 triliun, hampir seluruh anggota dewan mengusulkan ada 52 atau 54 orang," kata Taufik yang juga menjadi saksi dalam persidangan.
"Khusus dana aspirasi untuk Bina Marga itu Rp2,8 triliun," ungkap Taufik sedangkan untuk wilayah Maluku sendiri mencapai Rp1,3 triliun.
Setelah nilai Rp5 triliun disepakati maka A Hasanuddin berupaya untuk mengumpulkan tanda tangan pimpinan Komisi V.
"Pertama ditandatangi Pak Lazarus, kemudian Pak Yudi (Widiana) di komisi V, kemudian Pak Franscis tanda tangan di Kupang karena sedang reses di sana lalu tanda tangan Pak Michael di Plaza Indonesia," ungkap Hasan.
Dirjen Bina Marga Kementerian PUPR Hediyanto W Husaini mengaku bahwa ia pun keberatan dana aspirasi untuk Komisi V senilai Rp2,8 triliun.
"Kalau dana aspirasi sebesar Rp2,8 triliun ini bisa kita bebaskan untuk program prioritas seperti pembebasan lahan maka akan sangat berguna dan optimal," kata Hediyanto.
Dalam perkara ini Damayanti didakwa berdasarkan pasal Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar.
(D017/R. Chaidir)