Banjarmasin (Antara Kalbar) - Petani rotan Kalimantan mengancam akan hentikan produksi bila pemerintah pusat maupun daerah tidak segera
mencarikan solusi terhadap rendahnya harga rotan lokal dan kecilnya
serapan rotan untuk industri dalam negeri.
Sekretaris
Jendral Perhimpunan Petani Pedagang dan Industri Rotan Kalimantan
(PEPPIRKA) Irwan Riadi di Banjarmasin, Jumat, mengatakan bahwa saat ini
kondisi petani rotan benar-benar sangat memprihatinkan. Selain harga
rotan yang anjlok, serapan rotan untuk industri dalam negeri kini juga
hanya 15 persen.
"Sementara potensi rotan Kalimantan cukup
besar, sebanyak 6.400 ton rotan basah per bulan. Bila produksi tersebut
tidak diserap, ke mana petani akan menjual?" katanya.
Menyikapi hal tersebut, kata Irwan, kini beberapa petani mulai menyetop
produksi dan tidak akan menjual rotan-rotan yang ada ke luar Kalimantan
sampai ada perhatian serius dari pemerintah pusat maupun daerah terkait
dengan perubahan Permendag Nomor 35 Tahun 2011.
"Kami telah
melakukan koordinasi dengan Perkumpulan Petani, Pedagang, dan Industri
Rotan Kalimantan (Peppirka) Tengah dan Selatan terkait dengan upaya
menyetop produksi dan pengiriman rotan ke luar daerah tersebut,"
katanya.
Menurut Irwan, sebelumnya petani dan pengusaha
rotan Kalimantan, telah menyampaikan beberapa kali tuntutan kepada
pemerintah pusat dan daerah. Namun, hingga kini belum mendapatkan
tanggapan yang berarti.
Petani dan pengusaha rotan berharap
pemerintah memberikan kelonggaran terhadap penerapan Permendag dengan
memperbolehkan sebagian rotan yang tidak dimanfaatkan untuk industri
dalam negeri bisa diekspor ke berbagai negara yang memerlukan.
Tuntutan tersebut, kata dia, bukan hanya untuk menyelamatkan petani
budi daya rotan, melainkan juga menyelamatkan industri hulu hingga hilir
Kalimantan, yang berarti juga membantu mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah ini.
Menurut Irwan, pihaknya telah mengirim surat ke
Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan terkait dengan
berbagai persoalan yang dialami petani dan industri rotan Kalimantan
sebagai dampak dari diberlakukannya Permendag tersebut.
Namun, hingga kini surat tersebut belum mendapatkan tanggapan serius dari kedua lembaga negara tersebut.
"Saya juga sangat berharap gubernur, DPRD, dan seluruh pihak
terkait lainnya, bisa membantu mencarikan solusi terbaik dari berbagai
persoalan terkait dengan rotan ini," katanya.
Sebelumnya,
petani pembudidaya dan industri rotan skala rakyat di Kalimantan kian
terpuruk akibat larangan ekspor rotan yang tertuang dalam Peraturan
Menteri Perdagangan Nomor 35 Tahun 2011 tentang Ekspor Rotan dan Produk
Rotan.
Padahal, usaha budi daya rotan Kalimantan sempat
mengalami masa keemasannya pada tahun 2006 s.d. 2010. Akan tetapi,
begitu ada larangan ekspor rotan asalan, petani mulai kesulitan menjual
hasil budi daya rotan.
Sementara itu, industri dalam negeri
seperti mebel tidak mampu menyerap pasokan budi daya rotan Kalimantan
yang relatif sangat besar.
Rotan Kalimantan punya ciri khas
unik ketimbang rotan asal Sumatera, Sulawesi, dan NTB. Selain
berdiameter 8 s.d. 11 sentimeter, rotan Kalimantan terdiri beberapa
jenis, yakni jenis kubu besar yang selama ini diekspor ke beberapa
negara, seperti India, Tiongkok, Eropa Barat, Eropa Timur, dan Amerika.
Kalaupuan ada industri dalam negeri yang memerlukan jenis tersebut,
kebutuhannya relatif sangat kecil.
Petani asal Kalimantan
Tengah Ahmad mengungkapkan bahwa saat ini harga rotan hanya sekitar
Rp1.500,00 per kilogram. Dari harga jual tersebut, dibagi dua dengan
buruh sehingga petani hanya mendapatkan Rp750,00/kg.
"Bila
dirata-rata pendapatan petani saat ini, kurang dari Rp50 ribu, sedangkan
kebutuhan hidup 1 hari tidak kurang dari Rp100 ribu per hari," katanya.
Petani Kalimantan Ancam Hentikan Produksi Rotan
Jumat, 29 Juli 2016 9:22 WIB