Pontianak (Antara Kalbar) - Anggota DPR RI Komisi XI Michael Jeno menilai dari 14 calon anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang disodorkan pemerintah untuk melakukan uji kelayakan masih terlalu banyak berasal dari Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan.
"Kalau kita cek, dari 14 itu hanya beberapa saja dari kalangan industri. Berkaca pada beberapa negara seperti Australia, Belanda, Jerman, Korea Selatan, Swiss, dan Inggris komposisi pimpinan OJK mereka lebih dominan berlatar belakang industri," ujarnya dalam siaran pers yang diterima Antara di Pontianak, Kamis.
Soal banyaknya komisioner OJK di periode sebelumnya yang berasal dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia hal itu dinilainya wajar karena saat itu OJK baru berdiri.
Namun untuk saat ini menurutnya harus bisa diminimalisasi. Kandidat DK OJK harus mampu berkoordinasi dengan berbagai stakeholder untuk menyelaraskan berbagai regulasi yang terkait.
"Harapan kita pimpinan OJK yang dianggap paham akan pasar lebih banyak daripada yang dari birokrat maupun bank sentral. Hal ini menjadi catatan penting karena kembali lagi kandidat yang ada tidak banyak yang berlatar belakang pasar atau industri," kata dia.
Ia menyebutkan kandidat Komisioner OJK yang terpilih nanti harus mampu memperluas pasar dengan memperbanyak produk-produk keuangan yang menarik. Lebih utama, lanjutnya, kalangan industri menyoroti soal pungutan atas jasa OJK.
"Sangat membebani, apalagi ada segmen-segmen industri yang margin keuntungannya tipis," kata anggota DPR RI dari daerah pemilihan Kalbar itu.
Ia menambahkan harus dicari titik temu yang optimal terkait anggaran operasional OJK. Kalau langsung meniadakan dukungan dari negara melalui APBN dan semata-mata bergantung kepada pungutan, tentu akan makin memberatkan industri.
"Terlebih OJK ini sebagai lembaga negara yang relatif baru, masih membutuhkan anggaran bahkan untuk hal mendasar seperti gedung kantor perwakilan di banyak daerah," kata dia.