Singkawang (Antara Kalbar) - Pemerintah Kota Singkawang dan Pemerintah Kabupaten Sambas menyatakan perang terhadap tindak pidana perdagangan orang.
Hal itu dituangkan dalam penandatanganan Komunitas Pencegahan dan Penanganan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) usai seminar peningkatan kapasitas perempuan dan remaja melalui pembentukan komunitas pencegahan TPPO di Balairung Kantor Wali Kota Singkawang, Rabu.
Seminar yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI bekerja sama dengan Pemerintah Kota Singkawang itu dihadiri ratusan peserta terdiri atas mahasiswa, lurah, RT, dan 50 alumni SMA Soelthan M Tsjafioeddin Singkawang.
Seminar mendatangkan narasumber Wakil Bupati Sambas Hairiyah, Ketua LKBH PeKa Kalbar Rosita Nengsih dan Ketua Forum Komunikasi Pekerja Sosial Masyarakat (FKPSM) Singkawang Maya Satriani.
"Dalam pencegahan dan penanganan TPPO tiga wilayah Sing Bebas (Singkawang, Bengkayang dan Sambas) kita haruslah bersinergi," kata Hairiyah.
Hal itu lantaran di tiga wilayah ini sangat rentan terhadap TPPO. Untuk itulah, kehadirannya di seminar itu untuk mempererat komunikasi ke depannya agar kebijakan-kebijakan dalam pencegahan dan penanganan TPPO bisa saling bersinergi.
Kemudian para peserta yang hadir dalam seminar ini diharapkan bisa berperan aktif terhadap akar rumput dalam hal pencegahan TPPO.
"Dengan adanya peningkatan pendidikan masyarakat dan komunitas agen perubahan dapat memberikan warna tersendiri bagi tiga wilayah Sing Bebas untuk menuju gerakan bersama-sama dalam hal pencegahan," ujarnya.
TPPO ini sudah lintas negara dan daerah. Karena itu perlu kekuatan kebijakan yang saling mendukung antara kabupaten/kota yang satu dengan lainnya.
"Misalnya ada kasus TPPO terjadi di Sambas, tapi orangnya berasal dari Singkawang. Jadi penanganannya harus melibatkan dua wilayah antara Kabupaten Sambas dan Kota Singkawang," katanya.
Dalam kesempatan yang sama, Rosita Nengsih mengatakan, kasus "trafficking" atau perdagangan oang masih terjadi di Kota Singkawang.
"Terutama untuk pengantin pesanan untuk di Kota Singkawang sampai saat ini masih terus berjalan," kata Rosita.
Hal itu lantaran masih adanya pembuatan paspor untuk gadis (amoy) Singkawang yang ke Taiwan.
"Seperti kasus terakhir kemarin, yang dialami seorang amoy di Pasir Panjang. Dia kawin dengan orang RRC, memalsukan dokumen. Sampai di RRC akhirnya dikembalikan sampai sekarang," ujarnya.
Kemudian ada beberapa "Mak Comblang" yang sudah menghubunginya karena salah satunya masih di Komisi Perlindungan Anak Indonesia di Jakarta minta dijemput.
Karena korban masih di bawah umur sehingga diperlukan surat kuasa dari orang tua anak yang bersangkutan.
Namun sewaktu orang tuanya disuruh untuk membuat surat kuasa, ternyata saat ini sudah lari bersama "Mak Comblang"-nya.
Kasus seperti ini sangat sulit ditangani. Mungkin karena mereka tidak mau repot atau buang-buang waktu dan segala macam.
Menurut dia, ada tiga faktor yang dapat menimbulkan kasus "trafficking", yakni ekonomi, pendidikan dan budaya.
"Melihat tetangganya kerja di Taiwan kaya, diapun mau ikut juga ke Taiwan, ndak perduli sesuai prosedur atau tidak yang penting sampai ke Taiwan, hingga akhirnya tanpa disadari menjadi korban `trafficking`," ungkapnya.
Sementara Ketua Agen Perubahan Perempuan dan Remaja tindak pidana perdagangan orang (TPPO) Yoga Santosa mengatakan, Agen Perubahan ini berfungsi sebagai komunikator untuk menekan angka TPPO.
Perlu diketahui juga, kata dia, Kota Singkawang sudah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2017 tentang Perlindungan Anak dan Perempuan.
"Perda ini baru saja disahkan yang berfungsi untuk memberikan kepastian hukum dan adanya sebuah gerakan ataupun peningkatan pencegahan terhadap TPPO itu sendiri," ujarnya.
Yoga juga mengucapkan terima kasih karena melalui kegiatan tersebut merupakan salah satu menuju Reuni Akbar SMA Soelthan M Tsjafioeddin Singkawang yang akan digelar pada 19 Juli 2018.
(KR-RDO/S023)
Singkawang Dan Sambas Nyatakan Perang Terhadap TPPO
Rabu, 29 November 2017 21:23 WIB