Pontianak (Antaranews Kalbar) - Anggota Komisi IX DPR RI memberikan atensi khusus terhadap Kalbar untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran Virus Difteri di provinsi itu.
"Hari ini kita agendakan untuk melakukan kunjungan ke Kalbar untuk mendapatkan masukan dalam rangka pengawasan terhadap KLB Difteri suatu daerah tertentu. Kami dari Komisi IX DPR RI memilih Kalimantan Barat sebagai daerah tujuan pengawasan," kata Ketua Tim Komisi IX DPR RI dalam kunjungan ke Kalbar, Syamsul Bahri di Pontianak, Rabu.
Dia menjelaskan, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai lembaga representasi rakyat mempunyai tugas dan fungsi di bidang legislasi, pengawasan, dan anggaran. Kunjungan itu juga dilakukan berdasarkan hasil rapat intern Komisi IX DPR RI pada tanggal 09 Januari 2018 untuk melaksanakan fungsi pengawasan, ditetapkannya Pengawasan KLB difteri.
"Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan kuman bakteri corynebacterium diphtheria. Kuman itu menyerang faring, laring atau tonsil. Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam lebih dari 38 derajat celsius," katanya.
Munculnya Pseudomembran di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan dan tak mudah lepas serta mudah berdarah, sakit waktu menelan, serta leher membengkak seperti leher sapi (bullneck) akibat pembengkakan kelenjar getah bening di leher.
Selain itu terjadi pula sesak napas disertai suara mendengkur. Merebaknya kasus ini juga tidak bisa lepas dari tidak optimalnya pemberian imunisasi. Secara nasional capaian imunisasi dalam skala satu tahun haruslah 95 persen.
Untuk kasus difteri sendiri lanjutnya, ada tiga jenis yaitu kasus konfirmasi difteri, kasus carrier difteri, dan kasus kontak difteri.
"Di Kalbar ini kita mendapatkan informasi sempat terjadi kasus KLB untuk Difteri. Makanya, kita akan mencari tahu bagaimana kasus ini bisa terjadi, kemudian bagaimana langkah dan upaya dinas terkait untuk mengantisipasinya dan apakah program yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan bisa disinergiskan dengan daerah," katanya.
Dari hasil informasi itu, akan menjadi masukan bagi pihaknya untuk disampaikan dalam rapat Komisi IX dan DPR akan berupaya untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran penyakit Difteri tersebut.
Di tempat yang sama, Sekretaris Dinas Kesehatan Kalbar Hari Agung mengatakan meningkatnya kasus Difteri di provinsi itu diakibatkan oleh jangkauan imunisasi penta yang sulit.
"Seperti yang kita ketahui, kondisi geografis kita yang sulit menjadi penyebab merebaknya penyakit difteri. Difteri merupakan penyakit infeksi yang disebabkan kuman bakteri Corynebacterium diphtheria, di Kalimantan Barat ada tujuh kasus penyakit difteri," kata Hari.
Dia mengungkapkan, satu kasus dinyatakan positif dan sisanya masih berupa suspect atau dugaan penyakit difteri. Ini merupakan data kasus hingga pekan ke-49 tahun ini, atau tepatnya November 2017.
Di tingkat kabupaten/kota, Kubu Raya merupakan daerah dengan status KLB penyakit difteri. Sebab di daerah ini, satu orang meninggal dunia akibat penyakit difteri berusia enam tahun.
Korban yang meninggal dunia merupakan warga Sungai Rengas, Kabupaten Kubu Raya, pada Mei 2017. "Meskipun hanya satu tapi sudah positif maka bisa dinyatakan KLB," tuturnya.
Kepala Bidang pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Dinas Kesehatan Kalbar, Marsalena menambahkan, meningkatnya kasus penyakit ini juga tidak bisa lepas dari tidak optimalnya pemberian imunisasi. Secara nasional capaian imunisasi dalam skala satu tahun haruslah 95 persen.
"Angka itu cukup sulit tercapai bagi 14 kabupaten/kota se-Kalimantan Barat. Untuk periode September saja, cakupan Penta (imunisasi) tidak sampai target, dimana dari target 71,3 persen, ada 11 kabupaten/kota yang tidak mencapai," katanya.
Cakupannya hanya berkisar antara 48,0 persen hingga 70,2 persen. Hanya satu kabupaten saja yang cakupan Penta di bulan September melebihi target yakni di Kabupaten Sanggau sebesar 106,1 persen.
Dikatakannya, Kalbar menjadi berpotensi KLB, karena penularan difteri sangat cepat. Apalagi pada daerah yang rendah imunisasi. Namun selain capaian kualitas vaksin dan kualitas rantai dingin harus baik, dan cara pemberian vaksin harus tepat dan benar.
(U.KR-RDO/N005)