Pontianak (Antaranews Kalbar) - Badan Pusat Statistik (BPS) Kalbar mencatat produksi petani di Kalbar pada periode Januari - September 2018 sebesar 518.061 ton Gabah Kering Giling (GKG)
"Untuk luas panen padi di Kalbar sendiri pada periode Januari - September 2018 sebesar 183.626 hektare. Dengan memperhitungkan potensi sampai Desember 2018, maka luas panen tahun 2018 adalah 214.877 hektare," ujar Kepala BPS Kalbar, Pitono di Pontianak, Kamis.
Ia menjelaskan berdasarkan potensi produksi sampai akhir tahun maka diperkirakan total produksi padi tahun 2018 di Kalbar sebesar 622.041 ton GKG.
"Adapun tiga kabupaten di Kalbar dengan produksi padi tertinggi terjadi di Kabupaten Sambas, Kubu Raya, dan Landak dengan produksi masing-masing sebesar 137.781 ton, 92.452 ton, dan 80.601 ton," papar dia.
Menurutnya sejak tahun 2017, perhitungan luas lahan baku sawah disempurnakan melalui verifikasi 2 tahap.
Verifikasi tahap pertama menggunakan citra satelit resolusi sangat tinggi. Pemanfaatan citra satelit dalam statistik pangan telah dibahas dalam lokakarya internasional yang melibatkan FAO, IFPRI, Kementerian Pertanian, BPPT, MAPIN, IRRI, BPS, dan BIG di Kantor Staf Presiden pada tanggal 27 November 2017.
Sampai saat ini, verifikasi 2 tahap ini telah dilakukan di 16 provinsi sentra produksi padi, yang merupakan 87 persen dari seluruh luas lahan baku sawah di Indonesia. Untuk 18 provinsi lainnya, verifikasi 2 tahap diharapkan selesai pada akhir tahun ini, kata dia.
Ia menyebutkan bahwa dengan menggunakan luas lahan baku sawah tersebut, BPS melakukan penyempurnaan perhitungan luas panen padi berdasarkan pengamatan yang objektif menggunakan metodologi KSA yang dikembangkan bersama BPPT.
Pengamatan yang dilakukan setiap bulan memungkinkan pula untuk memperkirakan potensi produksi beras untuk 3 bulan ke depan sehingga dapat digunakan sebagai basis perencanaan manajemen beras yang lebih baik. Total titik amatan setiap bulan 217.053 titik amatan.
"BPS juga melakukan penyempurnaan metodologi dalam menghitung produktivitas per hektar, dari metode ubinan berbasis rumah tangga menjadi metode ubinan berbasis sampel KSA. Penggunaan basis KSA dalam menentukan sampel ubinan adalah untuk mengurangi risiko lewat panen sehingga perhitungan menjadi lebih akurat," jelas dia.
Pitono menjelaskan, soal ketidakakuratan data produksi padi telah diduga oleh banyak pihak sejak 1997.?Menurutnya studi yang dilakukan oleh BPS bersama Japan International Cooperation Agency (JICA) pada tahun 1998 telah mengisyaratkan overestimasi luas panen sekitar 17,07 persen.
"Begitu pula dengan perhitungan luas lahan baku sawah yang cenderung meningkat. Walaupun fakta di lapangan menunjukkan terjadinya pengalihan fungsi lahan untuk industri, perumahan atau infrastruktur, meskipun di sisi lain juga ada proses pencetakan sawah," kata dia.
Walaupun sudah diduga sejak lama, namun upaya untuk memperbaiki metodologi perhitungan produksi padi baru dilakukan pada tahun 2015.?
BPS bekerjasama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT); Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN); Badan Informasi dan Geospasial (BIG); serta Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) berupaya memperbaiki metodologi dengan menggunakan metode Kerangka Sampel Area (KSA).
KSA merupakan metode perhitungan luas panen, khususnya tanaman padi, dengan memanfaatkan teknologi citra satelit yang berasal dari BIG dan peta lahan baku sawah yang berasal dari Kementerian ATR/BPN.
"Penyempurnaan dalam berbagai tahapan perhitungan jumlah produksi beras telah dilakukan secara komprehensif mulai dari perhitungan luas lahan baku sawah hingga perbaikan perhitungan konversi gabah kering menjadi beras," kata dia.
Baca juga: Kalbar surplus padi 50 ribu hektare
BPS umumkan produksi petani Kalbar Januari-September
Kamis, 1 November 2018 21:33 WIB