Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa Gubernur Kepulauan Riau (Kepri) Nurdin Basirun (NBA) diduga menerima 11 ribu dolar Singapura dan Rp45 juta terkait suap izin prinsip dan lokasi pemanfaatan laut, proyek reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Kepulauan Riau Tahun 2018/2019.
"NBA diduga menerima uang dari ABK (Abu Bakar) baik secara langsung maupun melalui EDS (Edy Sofyan) dalam beberapa kali kesempatan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis.
Adapun rincian yang diterima Nurdin, yaitu pada 30 Mei 2019 sebesar 5.000 dolar Singapura dan Rp45 juta.
"Kemudian esoknya, 31 Mei 2019 terbit izin prinsip reklamasi untuk ABK untuk luas area sebesar 10,2 hektare," ungkap Basaria.
Kemudian pada 10 Juli 2019, Abu Bakar memberikan tambahan uang sebesar 6.000 dolar Singapura kepada Nurdin melalui Budi Hartono.
KPK pada Kamis telah menetapkan total empat tersangka dalam kasus itu, yaitu diduga sebagai penerima, yaitu Nurdin Basirun (NBA), Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Edy Sofyan (EDS), dan Kepala Bidang Perikanan Tangkap Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepri Budi Hartono (BUH).
Sedangkan diduga sebagai pemberi, yakni Abu Bakar (ABK) dari unsur swasta.
Selain itu, Nurdin juga telah ditetapkan sebagai tersangka penerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan.
Dalam konstruksi perkara kasus tersebut disebutkan bahwa Pemprov Kepri mengajukan pengesahan Peraturan Daerah (Perda) Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepri untuk di bahas di paripurna DPRD Kepri.
"Keberadaan Perda ini akan menjadi acuan dan dasar hukum pemanfaatan pengelolaan wilayah kelautan Kepri," ucap Basaria.
Ia menjelaskan bahwa terkait RZWP3K Provinsi Kepri terdapat beberapa pihak yang mengajukan permohonan izin pemanfaatan laut untuk proyek reklamasi untuk diakomodir dalarn RZW3K Provinsi Kepri.
"Pada Mei 2019, ABK mengajukan izin pemanfaatan laut untuk melakukan reklamasi di Tanjung Piayu Batam untuk pembangunan resort dan kawasan wisata seluas 10,2 hektare. Padahal, Tanjung Piayu merupakan area yang memiliki diperuntukkan sebagai kawasan budidaya dan hutan lindung," tuturnya.
Selanjutnya, kata Basaria, Nurdin kemudian memerintahkan Budi dan Edy untuk membantu Abu Bakar supaya izln yang diajukan Abu Bakar segera disetujui.
"Untuk mengakali hal tersebut, BUH memberitahu ABK supaya izinnya disetujui, maka ia harus menyebutkan akan membangun restoran dengan keramba sebagai budidaya ikan di bagian bawahnya. Upaya ini dilakukan agar seolah-olah terlihat seperti fasilitas budidaya," kata Basaria.
Setelah itu, Budi memerintahkan Edy untuk melengkapi dokumen dan data dukung agar izin Abu Bakar itu segera disetujui.
"Dokumen dan data dukung yang dibuat EDS tidak berdasarkan analisis apapun, EDS hanya melakukan "copy paste" dari daerah lain agar cepat selesai persyaratannya," ujar Basaria.