Jakarta (ANTARA) - Pengamat Kebijakan Publik Haryadin Mahardika memprediksi konsekuensi yang akan terjadi saat dua kebijakan, yakni "Lockdown" dan "Social Distancing" diputuskan pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19.
"Dilema yang dihadapi negara berkembang dalam menghadapi Corona adalah 'Lockdown' dan 'Social Distancing'. Dua kebijakan ini memiliki implikasi dan konsekuensi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)," kata Haryadin saat konferensi video di Jakarta, Sabtu.
Wakil Ketua Policy Center Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI) ini memaparkan, ketika kebijakan "Lokcdown" ekstrim diambil, maka PDB diprediksi akan turun dengan cepat, namun proses pemulihannya juga akan berlangsung dengan cepat.
Menurut Haryadin, Lockdown akan membuat semua aktivitas perekonomian menurun drastis, namun akan lebih mudah di masa pemulihan ketika penyebaran Corona segera teratasi.
Sedangkan, jika kebijakan yang diambil adalah "Social Distancing", maka PDB akan turun secara lambat, namun proses pemulihannya juga diprediksi terjadi lebih lama.
"Social distancing memberikan ruangan yang lebih besar terhadap aktivitas ekonomi untuk terus bergerak, karena apa, karena memang yang dikhawatirkan dalam wabah Corona ini adalah menurunnya permintaan," ungkap Hryadin.
Namun, ia menambahkan, yang menarik dari pandemi Corona ini adalah permasalahan tidak hanya datang dari sisi permintaan atau demand, namun dari sisi pasokan atau supply juga diprediksi akan menurun.
"Yag lebih parah lagi adalah jika pabrik sampai tutup. Ini yang akan membuat supply dan demand turun bersamaan," ungkap dia.
Untuk itu, Pemerintah Indonesia menurut dia perlu fokus untuk memproteksi dari sisi pasokan, terutama pasokan di sektor pangan dan energi, jika kebijakan "Social Distancing" yang diambil.
"Di negara lain, mereka benar-benar fokus memproteksi supply pangan dan energi untuk terus tersedia dan dipastikan tetap ada," pungkas Haryadin.
Menghitung konsekuensi "Lockdown" dan "Social Distancing" terhadap perekonomian
Sabtu, 28 Maret 2020 13:41 WIB