Bogor (ANTARA) - Masyarakat di daerah perbatasan Indonesia dan Malaysia di beberapa kecamatan di Kabupaten Sanggau meminta pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat memperhatikan perekonomian di perbatasan yang dinilai kondisinya semakin sulit, terutama setelah adanya wabah COVID-19.
"Perekonomian masyarakat di perbatasan sebenarnya mulai sulit sejak lima tahun terakhir, setelah diberlakukannya kebijakan pengetatan perdagangan lintas batas negara," kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Perbatasan Indonesia Kalimantan Barat (Asppindo Kalbar), Christo Lomon, melalui telepon selulernya kepada ANTARA, Sabtu.
Menurut dia, Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) telah membangun fasilitas negara yakni pos lintas batas negara (PLBN) dan terminal barang internasional atau "dry port", tapi dinilai belum menyentuh ketahanan ekonomi bagi masyarakat perbatasan.
Perekonomian masyarakat di perbatasan, menurut dia, masih tergantung pada interaksi perdagangan lintas batas kedua negara, Indonesia-Malaysia, terutama di lima kecamatan di Kabupaten Sanggau yakni, Entikong dan Sekayam, yang berbatasan langsung dengan Sarawak Malaysia, serta tiga kecamatan lainnya yakni Noyan, Beduai, dan Kembayan.
"Kebutuhan sembako dan kebutuhan rumah tangga lainnya, masih belum bisa dipenuhi sepenuhnya oleh pasokan dari dalam negeri, sehingga sebagian pasokan sembako dan kebutuhan lainnya masih didatangkan dari negara tetangga," katanya.
Menurut Christo, pada kondisi wabah COVID-19 saat ini, perekonomian masyarakat menjadi lebih sulit. "Apalagi, setelah Malaysia memberlakukan 'lockdown', kondisinya jadi semakin sulit," katanya.
Christo menjelaskan, kondisi terkini di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia di Kalimantan Barat, adalah kelangkaan sembako untuk kebutuhan pangan masyarakat sehari-hari.
"Kelangkaan sembako ini bukan hanya di warung-warung di pemukiman penduduk di desa, tapi sampai di mini market di ibu kota kecamatan," katanya.
Menurut Christo, kelangkaan sembako ini karena lebih dari separuh pasokan sembako di daerah perbatasan berasal dari negara tetangga Malaysia.
"Ketika Malaysia memberlakukan kebijakan 'lockdown' maka tidak ada lagi distribusi kebutuhan pokok ke daerah perbatasan di Entikong dan Kembayan," katanya.
Pasokan kebutuhan pokok dari Pontianak, menurut dia, jumlahnya belum mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat di perbatasan.
Seorang warga perbatasan di Kabupaten Sanggau, Iskandar, membenarkan adanya kelangkaan sembako di daerah perbatasan, terutama gula pasir. Dia mencontohkan, gula pasir stoknya kosong di warung-warung dan bahkan di mini market di kecamatan pun sulit didapatkan.
"Kalaupun ada, harganya naik tiga kali lipat. Karena itu, masyarakat di perbatasan menggantinya dengan gula merah produksi masyarakat," katanya.
Ekonomi masyarakat perbatasan Kalbar semakin tertekan dampak COVID-19
Minggu, 5 April 2020 8:21 WIB