Pengamat politik dari Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo berpendapat tertangkapnya Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga kader Partai Gerindra Edhy Prabowo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan berdampak terhadap partai besutan Prabowo Subianto itu.
"Dengan kasus ini bisa berpotensi menurunkan elektabilitas Prabowo sebagai Capres dan juga dukungan terhadap Gerindra pada Pemilu 2024. Karena peristiwa ini terekam dalam memori kolektif publik," kata Karyono, di Jakarta, Sabtu.
Baca juga: Menteri KKP Edhy Prabowo ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta
Baca juga: 17 orang ditangkap KPK terkait kasus korupsi ekspor benih lobster
Baca juga: Menteri KKP Edhy Prabowo ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta
Baca juga: 17 orang ditangkap KPK terkait kasus korupsi ekspor benih lobster
Menurut dia, operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap Edhy Prabowo tidak hanya berdampak pada institusi Partai Gerindra, melainkan yang paling terkena dampaknya adalah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto yang digadang-gadang bakal maju menjadi calon presiden 2024.
"Peristiwa ini menjadi bahan pertimbangan publik untuk melakukan penilaian (assessment) terhadap integritas Gerindra yang kerap menggaungkan narasi antikorupsi sebagaimana yang dilontarkan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto," katanya pula.
Menteri Kelautan dan Perikanan yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo itu, ditangkap KPK terkait kasus korupsi ekspor benur beberapa hari lalu.
Dengan adanya kasus korupsi ini, maka spirit antikorupsi dan penyelenggaraan pemerintahan bersih yang digaungkan saat kampanye telah menjungkirbalikkan persepsi publik terhadap Prabowo dan Partai Gerindra.
"Publik akan menilai bahwa semangat antikorupsi sekadar jargon dan retorika," kata Direktur Eksekutif IPI ini pula.
Baca juga: Gerindra minta maaf kepada Presiden Jokowi
Baca juga: Gerindra minta maaf kepada Presiden Jokowi
Kasus korupsi besar yang melibatkan kader dan pimpinan parpol, apalagi kader partai yang menjadi pejabat publik, kata Karyono, biasanya memiliki dampak elektoral yang berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan publik hingga berujung menurunkan tingkat dukungan.
Dia mencontohkan, kasus suap Gubernur Bank Indonesia yang melibatkan sejumlah kader dan pimpinan PDIP sekitar tahun 2008.
Contoh lain adalah kasus korupsi yang menjerat Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang menyeret sejumlah kader dan pimpinan Partai Demokrat.
Kasus korupsi Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto dan Sekjen Golkar Idrus Marham dan sejumlah kader Golkar lainnya, juga berdampak pada penurunan kepercayaan publik.
Demikian pula kasus korupsi besar yang menimpa Presiden PKS Lutfi Hasan Ishaaq dan kasus Ketua Umum PPP Romahurmuziy (Romi) telah memiliki kontribusi terhadap penurunan kepercayaan dan dukungan suara.
"Demikian dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat kader-kader Gerindra tentu berpotensi menurunkan tingkat kepercayaan dan dukungan suara," katanya pula.
Namun, kata Karyono, dampak penurunan elektabilitas tergantung masif atau tidak kasus korupsi ini menjadi perbincangan publik.
"Jika dugaan kasus korupsi ini benar dilakukan secara sistemik dan menjadi wacana publik secara terus menerus, maka dampaknya bisa signifikan dalam menurunkan dukungan suara," demikian Karyono Wibowo.