Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan konstruksi perkara dua pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang baru ditahan terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Dua tersangka tersebut bernama Inspektur Wilayah I Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN Gusmin Tuarita (GTU) dan Kepala Bidang Hubungan Hukum Pertanahan BPN Jawa Timur Siswidodo (SWD).
Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar di Gedung KPK, Jakarta, Rabu, menyatakan bahwa Gusmin saat menjabat Kakanwil BPN Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) dan saat menjabat Kakanwil BPN Provinsi Jawa Timur (Jatim) diduga memiliki kewenangan dalam pemberian hak atas tanah.
"Sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah yang ditetapkan pada tanggal 28 Januari 2013 dan mulai berlaku 1 bulan sejak tanggal ditetapkan," kata Lili saat jumpa pers.
Untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, lanjut dia, Gusmin bersama-sama dengan Siswidodo diduga menyetujui pemberian hak guna usaha (HGU) bagi para pemohon dengan membentuk kepanitian khusus yang salah satu tugasnya menerbitkan surat rekomendasi pemberian HGU kepada Kantor Pusat BPN untuk luasan yang menjadi wewenang Kepala BPN.
Dalam kurun waktu 2013—2018, kata Lili, GTU diduga menerima sejumlah uang dari para pemohon hak atas tanah, termasuk pemohon HGU, yang diterima secara langsung dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah maupun melalui SWD bertempat di Kantor BPN maupun di rumah dinas serta melalui transfer rekening bank menggunakan nomor rekening pihak lain yang dikuasai SWD.
Ia menjelaskan bahwa penerimaan sejumlah uang tersebut kemudian diduga disetorkan oleh Gusmin ke beberapa rekening bank atas nama pribadi miliknya dan anggota keluarga yang jumlahnya sekitar Rp27 miliar.
"Ada beberapa setoran uang tunai ke rekening bank GTU yang dilakukan oleh SWD atas perintah langsung GTU dengan keterangan pada slip setoran dituliskan 'jual beli tanah' yang faktanya jual beli tanah tersebut fiktif," kata Lili.
Ia menyebutkan jumlah setoran uang tunai melalui Siswidodo atas perintah Gusmin sekitar Rp1,6 miliar. Selain itu, Siswidodo diduga juga telah menerima bagian tersendiri dalam bentuk uang tunai dari para pemohon hak atas tanah yang dikumpulkan melalui salah satu stafnya.
"Kumpulan uang tersebut digunakan sebagai uang operasional tidak resmi pada Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah di Kantor Wilayah BPN Provinsi Kalimantan Barat (sebagai tambahan honor Panitia B)," ungkap Lili.
Sisa dari penggunaan uang operasional tidak resmi tersebut, kata dia, kemudian dibagi berdasarkan persentase ke beberapa pihak terkait di BPN Provinsi Kalbar.
Adapun penerimaan oleh SWD berjumlah sekitar Rp23 miliar. Atas penerimaan sejumlah uang tersebut oleh GTU dan SWD menggunakan beberapa rekening atas nama sendiri, menggunakan rekening atas nama orang lain, dan untuk penyetoran selain dilakukan sendiri.
"Selain itu, juga meminta bantuan orang lain yang selanjutnya untuk pembelian berbagai aset bergerak maupun tidak bergerak serta untuk investasi lainnya," katanya.
Baca juga: KPK terus usut kasus gratifikasi mantan Kakanwil BPN Kalbar, tiga saksi diperiksa
Baca juga: Bekas Kakanwil BPN Kalbar tersangka gratifikasi Rp22,23 miliar