Pontianak (ANTARA) - Dalam beberapa hari belakangan pejabat Kepolisian Republik Indonesia (Polri) selalu mengingatkan masyarakat untuk waspada terhadap ancaman radikalisme.
Masyarakat diingatkan untuk selalu mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggalnya, apakah ada warga baru atau pun tetangga yang tampak mencurigakan. Bahkan seperti menjadi keharusan, masyarakat diingatkan untuk menjadi “KEPO”. “Knowing Every Particular Object” yang artinya mengetahui setiap objek tertentu.
Popular di media sosial dengan istilah “Kepo”, yang diartikan “pengen tau”. Selalu ingin tahu ada apa di lingkungan tempat tinggal. Ini untuk menjaga kewaspadaan dari ancaman adanya paham radikal atau pun ancaman teroris di sekitar kita. Karena jangan sampai peristiwa bom bunuh diri seperti di Gereja Katedral Makassar pada Minggu (28/3) lalu terulang kembali.
Karena peristiwa itu, selain mengakibatkan jatuhnya korban luka-luka bahkan meninggal dunia, juga membuat geram berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Tidak sedikit pula yang mengutuk dan mengecam keras tindakan teror bom yang dilakukan dua orang pelaku yang diketahui sebagai sepangan suami-istri berinisial L dan YSM itu. Akibat dari aksi keji tersebut, Kepala Polisi Daerah (Polda) Sulawesi Selatan Irjen (Pol) Merdisyam, menyatakan korban yang mengalami luka-luka mencapai 20 orang, baik itu luka ringan maupun berat.
Menanggapi itu, Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Pontianak, Abdul Syukur, menyatakan, teror bom bunuh diri merupakan kejahatan kemanusiaan yang harus dilawan karena sangat bertentangan dengan nilai-nilai agama apapun, nilai-nilai Pancasila, dan budaya bangsa Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika.
Menurut dia, teror bom yang dilakukan di tempat peribadatan tidak bisa dielakkan dari polemik yang timbul antarumat beragama. Namun para elite selalu menegaskan kepada masyarakat untuk tidak mengaitkan tindak terorisme dengan agama manapun.
Ia mengatakan, masyarakat hendaknya tidak panik dalam menyikapi kejadian bom bunuh diri di rumah ibadah. Ia juga menyatakan tidak henti-hentinya selalu menyerukan untuk waspada namun tidak panik menyikapi peristiwa tersebut.
Menurutnya, paham radikalisme bisa ditangkal, dan sebelum terjadi lagi aksi teror yang mengancam dan "mengoyak-mengoyak" kerukunan umat beragama di Indonesia. Caranya, dengan kerja sama, toleransi, memupuk persatuan dan kesatuan bangsa antarumat beragama.
“Ini merupakan kunci yang bisa menghalangi masuknya oknum-oknum dengan paham radikal ke lapisan masyarakat,” katanya menjelaskan.
Menurutnya, berbicara tentang toleransi, maka erat kaitannya dengan perbedaan. Dan Indonesia sendiri terdiri atas keberagaman baik dari agama, suku, ras, bahasa, maupun dalam budaya. “Harmoni dan toleransi dari setiap individu dalam menyikapi perbedaan tersebut penting dilakukan demi terciptanya keselarasan dalam kehidupan bermasyarakat,” katanya lagi.
Sasar milenial
Paham radikal atau radikalisme, menurut Ketua FKUB Kota Pontianak, Abdul Syukur, saat ini menyasar generasi muda yang pada masa ini disebut sebagai generasi milenial.
Untuk mengantisipasi generasi muda dari ancaman radikalisme, maka harus dibangun semangat toleransi antarumat beragama.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalbar, Basri Har juga membenarkan hal itu. Ia menyatakan, generasi muda khususnya kaum milenial memiliki potensi yang tinggi dalam mempengaruhi masa depan suatu bangsa dan negara.
Berdasarkan pengamatannya, aksi teror bom di depan gerbang Gereja Katedral Makassar yang disusul dengan penyerangan ke Mabes Polri beberapa hari kemudian oleh seorang perempuan yang masih muda, memberikan kesan radikalisme kini sudah menyasar kalangan milenial.
“Kewaspadaan dan perhatian kepada generasi muda harus lebih gencar lagi dilakukan agar generasi milenial tidak mudah diperdaya oleh paham radikal yang menyesatkan itu,” katanya mengingatkan.
Ia mengatakan, upanya mengantisipasi terhadap masuknya paham radikal pada generasi muda adalah dengan memberikan perhatian khusus pada mereka agar tidak salah dalam melangkah. Apalagi menurut dia, generasi muda memang relatif labil dan masih dalam tahap mencari jati diri sehingga mudah tertarik mengikuti pihak yang berpengaruh.
"Pemerintah harus mengambil peran utama dalam memberikan keteladanan yang baik dan positif, baik aspek sosial maupun agama serta tetap tanggap dan merangkul generasi muda saat ini," ujarnya.
Tetap waspada
Sementara itu, Kepolisian Daerah Kalimantan Barat (Kalbar) mengimbau kepada masyarakat di provinsi tersebut agar tidak panik menyusul adanya peristiwa bom bunuh diri, penyerangan Mabes Polri, dan juga adanya penangkapan sejumlah teroris di banyak wilayah di Indonesia akhir-akhir ini.
"Kami imbau masyarakat tetap waspada dan tidak panik yang berlebihan," kata Kepala Bidang Humas Polda Kalbar, Kombes (Pol) Donny Charles Go.
Menurut laporannya setiap Polres dan di 14 kabupaten/kota di Kalbar bekerja sama dalam menjaga keamanan dalam mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, termasuk meningkatkan pengamanan di rumah-rumah ibadah.
Donny menambahkan, peningkatan keamanan juga dilakukan di tempat-tempat keramaian, seperti terminal, bandara, mal dan lainnya, dalam memberikan rasa aman pada masyarakat.
Ia mengatakan, masyarakat juga diminta untuk berperan secara aktif, dengan melaporkan kepada aparat penegak hukum apabila melihat ada aktivitas masyarakat yang mencurigakan agar bisa segera ditindak dan dicegah.
Di Kalbar sendiri, saat ini masih ada tiga terduga teroris yang ditahan di Markas Brimob Polda Kalbar dan belum dipindahkan. Dalam pengamanan rangkaian ibadah Hari Raya Paskah, Polda Kalbar menurunkan sebanyak 1.300 personel dan kendaraan taktis, serta melaksanakan patroli dan penjagaan di sebanyak 2.577 gereja yang tersebar di wilayah Kalbar, kata dia.
Namun begitu, tetapi diperlukan peran serta masyarakat untuk bersama-sama mendukung kerja aparat keamanan Polri dan TNI, caranya salah satunya adalah dengan menjaga toleransi antarumat beragama.
Harapan serupa juga disampaikan Ketua FKUB, Abdul Syukur, bahwa selain aparat keamanan khususnya TNI/Polri kemampuan profesional untuk menangkal dan mencegah aksi-aksi teror yang dapat merusak kerukunan umat beragama, persatuan, dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI, juga diperlukan dukungan masyarakat.
Semoga kerukunan beragama tetap terjaga, meski ancaman radikalisme masih “menghantui” kehidupan bangsa ini.
***2***
Memupuk toleransi dalam melawan radikalisme
Selasa, 6 April 2021 23:58 WIB