Jakarta (ANTARA) - Kylian Mbappe gagal dalam sepakan menentukan adu penalti ketika juara dunia Prancis disingkirkan dari Euro 2020 oleh Swiss, Senin dan kegagalan ini memberikan pelajaran terbesar bahwa Anda tak dapat mengandalkan kecemerlangan individual saja.
Mbappe, dari semua pemain yang ada, bisa diharapkan mencetak penalti dan tendangannya tidaklah buruk tetapi itu bukan jaminan.
Penyelamatan luar biasa kiper Yann Sommer pada babak 16 besar itu membuat sang striker gagal memasukkan penalti dan keterkejutan yang terlihat dari wajah para pemain Prancis menunjukkan bahwa mereka tak cukup memahami bagaimana mereka bisa kalah dalam pertandingan ini.
Diberkati sejumlah bakat, keterampilan, dan kualitas individu, Prancis seharusnya berada di kelas yang berbeda dengan tim Swiss yang pekerja keras di bawah asuhan Vladimir Petkovic.
Mbappe yang berusia 22 tahun adalah talenta muda terbesar sepak bola, Paul Pogba dan N'Golo Kante adalah dua dari gelandang tengah terbaik dalam turnamen ini, sedangkan Karim Benzema, yang mencetak dua gol, adalah salah satu penuntas terbaik.
Tetapi hanya selama 25 menit dari total 120 menit bermain, Prancis terlihat sebagai para penakluk dunia dan membuat Swiss hanya bisa berlari ke sana ke mari.
Setelah itu, Prancis bermain tanpa fokus nyata, tanpa semangat membaja dan tekad yang perlu dipadukan dengan bakat dan keterampilan.
Tertinggal 1-0 saat jeda, setelah penampilan yang terseok-seok pada babak pertama, Prancis membayangkan skor berubah 2-0 sebelum kiper Hugo Lloris mementahkan tendangan penalti Ricardo Rodriguez.
Keberhasilan memetahkan penalti itu memicu respons yang luar biasa dengan Benzema mencetak dua gol dan kemudian Pogba mencetak gol pada menit ke-75 untuk mengubah skor menjadi 3-1.
Selesai sudah, begitulah pandangan kebanyakan yang menonton laga ini, tetapi dari cara mereka bermain, Prancis juga membuat kesalahan fatal karena menganggap remeh Swiss.
“Tidak ada yang mempercayai kami lagi pada tahap itu,” kata kiper Sommer seperti dikutip Reuters.
"Kami merasa mereka menjadi agak berpuas diri dan mungkin mengira sudah memenangkan laga ini. Jadi kami memanfaatkan hal ini untuk keuntungan kami."
Terlalu cepat berpuas diri
Memang, intensitas dan komitmen yang telah memperkuat pesona sepakbola Prancis yang mengalir, positif, dan menyerang menghilang secepat kedatangannya dan digantikan oleh terlalu berpuas diri yang ternyata fatal.
Swiss merasakan lawannya mulai memudar dan mereka pun mengambil inisiatif, melawan, dengan gol kedua Haris Seferovic dan kemudian gol penyama kedudukan pada menit ke-90 dari Mario Gavranovic.
Prancis tidak dapat menemukan kembali semangat yang telah membuat mereka unggul, dalam semua kualitas mereka, mereka tidak lagi disiplin dan menyatu yang telah begitu penting bagi kesuksesan mereka dalam Piala Dunia di Rusia tiga tahun lalu.
“Tim terbaik layak melangkah ke babak berikutnya dan malam ini yang terbaik itu Swiss,” kata mantan gelandang Prancis Patrick Vieira.
"Sungguh tim nasional Prancis yang buruk. Tak ada kebersamaan, tidak ada semangat. Kami tidak bermain sebagai tim sehingga kami tidak pantas melangkah ke babak berikutnya."
Swiss diberkati semangat tim yang luar biasa besar.
Granit Xhaka yang sering diejek karena penampilannya bersama Arsenal di Liga Premier, menjadi raksasa di lini tengah dan Gavranovic yang bermain di Liga Kroasia, menyusahkan lini belakang Prancis setelah masuk lapangan pada menit ke-73.
Tetapi di atas semua itu, Swiss menunjukkan kekuatan kolektif yang tidak dimiliki Prancis, mereka mempertahankan bentuk permainannya, mereka bangkit dan mereka bekerja tatkala lawan-lawannya terlihat seperti hendak kalah.
"Kami menunjukkan keberanian, hati, kami mempertaruhkan segalanya di luar sana," tambah Sommer seperti dikutip Reuters.
"Manakala Anda bangkit dari ketertinggalan dua gol melawan sang juara dunia, itu sungguh luar biasa dan kemudian menang melalui adu penalti, saya sangat bangga kepada cara kami melakukannya."
Spanyol selanjutnya menghadapi Swiss Jumat pekan ini di St Petersburg yang merupakan perempat final turnamen besar pertamanya dalam 67 tahun terakhir.
Kembali mereka menghadapi lawan yang berperingkat lebih tinggi ketimbang mereka dalam setiap kategori tetapi akan percaya bahwa teamwork-lah yang paling penting, mereka mungkin bisa kembali membuat kejutan.