Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan Indonesia relatif mampu menjaga stabilitas ekonomi di tengah berbagai guncangan yang terjadi dalam ranah ekonomi global.
Sejumlah guncangan tersebut seperti perang antara Ukraina dan Rusia yang menghambat global supply-chain, perang dagang antara Amerika Serikat dan China, hingga keruntuhan Silicon Valley Bank (SVB) dan Credit Suisse (CS).
“Lingkungan seperti inilah yang sedang berjalan untuk kita semua kelola untuk tahun 2023. Alhamdulillah untuk Indonesia, guncangan-guncangan relatif tetap menjaga stabilitas,” kata dia dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 yang dipantau secara virtual, Jakarta, Kamis (6/4).
Dia menyatakan bahwa ekonomi Indonesia memiliki stabilitas yang bagus, inflasi turun di bawah 5 persen (menjadi 4,97 persen pada Maret 2023), nilai tukar stabil, Surat Berharga Negara (SBN) cukup kompetitif, serta Gross Domestic Product (GDP) masih stabil.
Karena itu, lanjutnya, Majalah The Economist pada minggu lalu menyebutkan Indonesia dan India merupakan dua negara yang berlomba menjadi top performer di G20 atau di dunia.
“Ini hasil positif yang harus kita jaga. Indonesia memang mengalami pemulihan ekonomi secara merata dan kuat,” ungkap Sri Mulyani.
Menurut Menkeu, seluruh sektor telah mengalami pemulihan. Scarring effect atau efek luka yang dalam akibat pandemi COVID-19 juga secara perlahan sudah sembuh, bahkan di daerah seperti Bali sudah pulih mengingat Pulau Dewata sebelumnya terimbas efek pandemi dalam bidang transportasi, akomodasi, dan restoran.
“Semuanya sudah mulai pulih, dan juga didukung domestic demand kita yang relatif stabil,” ucapnya.
Selama periode 2021-2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia dinyatakan melonjak berkat dorongan dari ekspor. Saat ini, dorong dari sisi ekspor dan impor diprediksi akan menurun, tetapi domestic demand masih relatif terjaga.
Dengan pemulihan ekonomi yang merata dan baik, angka pengangguran menurun cukup meyakinkan dari sebelumnya 7,1 persen pada masa pandemi tahun 2020 menjadi 5,86 persen pada 2022. Begitu pula dengan angka kemiskinan yang menurun dari 10,2 persen pada 2020 menjadi 9,6 persen pada 2022.
“Transformasi ekonomi Indonesia juga meningkat secara baik, terjadi hilirisasi dan penciptaan nilai tambah di dalam negeri. Ini sebabkan neraca pembayaran kita relatif menjadi cukup resilien pada saat tadi guncangan-guncangan global terjadi. Kita lihat transaksi berjalan kita tahun 2022 capai surplus dan terjaga, dan kemudian munculnya nilai tambah yang ciptakan momentum growth terutama dari sisi investment,” ujar Menkeu.