Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan bandara di wilayah Papua tetap beroperasi setelah terjadi dua insiden penembakan pesawat di Beoga dan Dekai pada 16 dan 17 Februari 2024 lalu.
Ditjen Hubud terus memantau situasi penerbangan di wilayah Papua dan memastikan bandara atau lapangan terbang masih tetap beroperasi guna kepentingan mobilisasi orang dan penyaluran logistik.
"Mengingat daerah-daerah di Papua tersebut merupakan daerah terpencil dan pedalaman yang hanya dapat dijangkau dengan moda transportasi udara dengan layanan penerbangan perintis, maka baik bandara maupun lapangan terbang tetap dioperasikan guna kepentingan mobilisasi orang dan penyaluran logistik," ucap Direktur Jenderal Perhubungan Udara M. Kristi Endah Murni dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Diketahui, Lapangan Terbang Beoga berlokasi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah. Sedangkan, Bandar Udara Nop Goliat Dekai berada di Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan.
Berdasarkan data Ditjen Hubud, ritme insiden yang ada di Papua terjadi di rentang waktu Oktober hingga Mei setiap tahunnya secara terus-menerus. Oleh karena itu, untuk memitigasi insiden serupa agar tidak terjadi kembali, Kemenhub melalui Kantor Otoritas Bandar Udara (OBU) Wilayah X Merauke telah mengeluarkan surat edaran tentang keamanan penerbangan di wilayah kerjanya.
"Terkait kasus penembakan yang sering terjadi, Kami di pusat terus berkoordinasi secara intens dengan pihak bandara melalui posko intensif keselamatan dan keamanan penerbangan, di mana posko ini bertujuan untuk menghimpun data kondisi keamanan bandara paling lambat tiga jam sekali di Wilayah Kerja OBU X Merauke," kata Kristi.
Selain itu, posko tersebut juga menjadi sarana koordinasi dalam memberikan arahan mitigasi yang dipandang perlu. Data-data kondisi bandara kemudian dilaporkan ke kantor pusat melalui Direktorat Keamanan Penerbangan.
Menindaklanjuti kejadian itu, Ditjen Hubud kemudian juga akan mengirimkan surat kepada Kapolda dan Pangdam setempat sehingga adanya jaminan keamanan, dikarenakan insiden penembakan pesawat tersebut akan mempengaruhi pelayanan penerbangan perintis sehingga diperlukan penyesuaian kembali.
Selain itu, perlu dilakukan estimasi jarak dan titik penyerangan sehingga Kepala OBU dan para Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara (UPBU) dapat berkoordinasi dengan aparat keamanan, pemerintah daerah, dewan gereja, dan Forkopimda untuk melakukan pengamanan di titik-titik estimasi tersebut sebagai langkah mitigasi.
"Apabila terjadi peningkatan situasi keamanan yang sudah tidak bisa ditoleransi di wilayah bandara, Saya mengarahkan agar Kepala OBU dan Kepala UPBU setempat untuk intensif berkoordinasi terkait keamanan bandara untuk melakukan mitigasi pencegahan sehingga operasional penerbangan dapat berjalan dengan semestinya," tuturnya.
Kristi juga meminta agar jajarannya di masing-masing daerah yang rawan keamanan, untuk memperketat pengamanan saat hendak melakukan take off dan landing, meskipun penyerangan tidak dilakukan di wilayah bandara.
Ia meminta agar maskapai yang beroperasi di wilayah Papua untuk melakukan Hazard Identification and Risk Assessment (HIRA) pada saat preflight untuk memastikan daerah tujuan benar-benar aman.
"Mitigasi di masing-masing bandara itu berbeda-beda, harus didiskusikan bersama-sama untuk memudahkan pengawasan aspek keamanan. Kita ketahui, pelayanan penerbangan di Papua merupakan hal vital khususnya terkait penyaluran logistik, perlu koordinasi untuk menjamin dan memastikan keamanan dan keselamatan penerbangan terpenuhi," ucap Kristi.