Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) menyebut startup atau perusahaan rintisan Republik Indonesia perlu bekerja keras meningkatkan kemampuan inovasi karena selama ini hanya mengandalkan teknologi yang dimiliki oleh negara lain.
“Berdasarkan riset kami dengan bantuan konsultan, sejujurnya startup kami (Indonesia) kurang inovasi. Jadi kita hanya menjadi pengikut teknologi dari negara lain. Kita harus bekerja keras untuk meningkatkan kemampuan inovasi di startup kita,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo I Nyoman Adhiarna dalam acara Startup Talks yang digelar di Jakarta, Selasa.
Nyoman menuturkan bahwa Indonesia merupakan negara yang nilai ekonomi digitalnya berada di atas 82 miliar dolar AS (Rp1.283 triliun) pada tahun 2023 dan diperkirakan akan terus tumbuh hingga mencapai 109 miliar dolar AS (Rp1.705 triliun) pada 2025 berdasarkan data Google, Temasek, Bain&Company.
Oleh karenanya, ia para pemangku kepentingan, peneliti, dan pelaku industri untuk memberikan dukungan bagi inovasi dan pengembangan startup khususnya di bidang kecerdasan buatan (AI), teknologi iklim, dan dampak perekonomian yang lebih besar.
Indonesia, lanjutnya, sedang mengalami pertumbuhan pesat dalam ekosistem startup yang muncul sebagai salah satu pemain kunci di kawasan ASEAN. Hingga 2023, Indonesia sudah memiliki 2.591 startup nasional, 13 unicorn, dan 2 decacorn yang memiliki valuasi di atas 10 miliar dolar AS (156,5 miliar).
Hal itu menempatkan Indonesia pada peringkat enam dunia dalam hal jumlah startup dan berada di urutan ke dua setelah India jika dibandingkan dengan negara di Asia.
“Berkaca pada statistik tersebut, kita dapat melihat ekosistem startup Indonesia memiliki peluang yang besar tapi juga tantangan yang besar,” ucapnya.
Selain harus menghadapi tantangan inovasi teknologi, startup Indonesia harus mampu mengubah tren ekspektasi investor yang semakin mencari keberlanjutan bisnis dan menyoroti profitabiltias jangka panjang.
“Saya rasa kita sudah mengetahui bahwa investor mengizinkan startup untuk menghabiskan uang mereka. Namun kini, setelah pandemi, mereka menginginkan keuntungan lebih cepat dan lebih banyak dari sebelumnya,” tuturnya.
Kemudian, terdapat tantangan dalam tata kelola teknologi global khususnya dalam persaingan kecerdasan buatan (AI) dan chip yang akan mempersulit startup untuk mendapatkan akses terhadap teknologi yang terjangkau.
“Hal ini memerlukan adaptasi dan inovasi dari para startup untuk memaksimalkan penggunaan teknologi yang ada,” tambahnya.
Lalu, ada persaingan antara teknologi lokal dengan teknologi global melalui kehadiran perusahaan teknologi raksasa yang menciptakan persaingan ketat. Sehingga, startup dituntut untuk mempunyai daya saing.