"Kami mengapresiasi ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) yang mampu menjaga produksi di blok ini dengan optimal, yang awalnya potensinya adalah 400 juta barel, sampai hari ini sudah menghasilkan 630 juta barel dan berpotensi hingga 1 miliar barel," kata Menteri ESDM.
Saat ini, produksi di blok ini mulai menurun, sehingga bersama pemangku kepentingan mendorong untuk menjaga produksi Banyu Urip.
"Saat ini direncanakan ada tujuh pengeboran, jika dibandingkan delapan tahun lalu tidak ada sama sekali pengeboran. Harapannya, lapangan clastic memiliki potensi yang sama dengan lapangan carbonate yang memiliki potensi hingga 1 miliar barel," kata Arifin.
Arifin mengharapkan dari kegiatan pengeboran sumur infill dan clastic akan ada tambahan 20.000 hingga 30.000 barel per hari sehingga bisa menahan laju penurunan produksi, serta diharapkan lapangan clastic menghasilkan yang sama dengan lapangan Carbonat
"Kami bangga dapat terus melanjutkan kerja sama dengan Exxon, sebagai perusahaan terbesar di dunia dengan pengalaman dan teknologi yang Mumpuni. Kita terus melakukan kerja sama dengan Exxon, termasuk kerja sama carbon capture dan rencana investasi Exxon lainnya di Indonesia. Kita berharap banyak dengan output yang semaksimal mungkin dari lapangan Cepu," ujar Arifin.
Sementara itu Kepala SKK Migas Rudi Satwiko mengatakan bahwa pihaknya memberikan perhatian yang besar terhadap upaya menjaga produksi lapangan minyak di Banyu Urip agar tetap optimal.
Produksi lapangan Banyu Urip, lanjut dia, telah melampaui yang ditargetkan dalam plan of development (POD), hal ini berkat berbagai upaya dan terobosan yang dilakukan oleh SKK Migas dan Exxon Mobil dalam menjaga kinerja blok Banyu Urip.
"Tajak sumur infill carbonate lapangan Banyu Urip adalah upaya lanjutan yang dilakukan oleh SKK Migas dan Exxon Mobil selaku operator untuk meningkatkan produksi minyak sebesar 42 juta barel dengan tetap memperhatikan kemampuan dan daya dukung reservoir yang ada.
Saya menyampaikan apresiasi kepada EMCL dan Pertamina Drilling Service Indonesia yang mampu memenuhi komitmennya untuk menjalankan kegiatan drilling campaign dengan mempercepat pelaksanaan kegiatan pengeboran yang awalnya akan dimulai di September 2024. Kami mendorong agar bisa dipercepat di bulan Februari 2024, Alhamdulillah 1 Maret 2024 bisa dilaksanakan," katanya.
Dwi menyampaikan bahwa kunjungan hari ini tentu tidak hanya semata-mata meninjau tajak sumur infill carbonate, tetapi lebih dari itu, ini menunjukkan kepedulian dan harapan Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk mendorong kinerja operasi yang semakin di optimal di Blok Banyu Urip.
"Sebagai lapangan dengan produksi minyak sekitar 25 persen dari produksi minyak secara nasional, Banyu Urip sangat diharapkan kontribusinya untuk mencapai target peningkatan produksi di masa depan, yaitu produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) di tahun 2030 untuk mendukung ketahanan energi nasional," katanya.
Pada kesempatan yang sama Presiden ExxonMobil Indonesia Carole J. Gall menjelaskan proyek Banyu Urip infill and clastic, atau yang biasa disebut Proyek BUIC, memiliki arti yang sangat penting.
"Proyek ini akan berkontribusi besar terhadap aspirasi yang kami dukung penuh, yaitu tercapainya target nasional produksi 1 juta barel minyak per hari pada awal tahun 2030, yang sekaligus memperkuat keamanan energi nasional," ujarnya.
Sesuai rencana drilling campaign, pengeboran dua sumur infill carbonate yang akan dilaksanakan 2024 diproyeksikan akan mulai onstream di 2024 ini dengan dilakukan tie in ke fasilitas eksisting.
Selanjutnya diikuti dengan pengeboran tiga sumur infill carbonate dan dua sumur clastics dalam rentang waktu hingga 2025 dan diharapkan onstream 2026.
Kegiatan drilling campaign Banyu Urip menggunakan anjungan dan peralatan yang keseluruhannya dibuat di Indonesia dan dioperasikan oleh PT Pertamina Drilling Services Indonesia (PDSI) yang merupakan anak usaha PT Pertamina (Persero).
"Pengeboran ini menunjukkan tingkat kompetensi PDSI di bidang pengeboran minyak dan gas bumi, serta dukungan industri hulu migas untuk tumbuh berkembangnya perusahaan nasional serta komitmen SKK Migas dan KKKS dalam mengimplementasikan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di industri hulu migas," ujarnya.