Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai keluarga harus menjadi landasan utama dalam menjaga pola asupan dan asuhan yang sehat bagi setiap anggota keluarganya untuk mencegah stunting.
"Keluarga harus menjadi landasan utama dalam menjaga pola asupan dan asuhan yang sehat bagi anggotanya," kata dia dalam keterangan diterima di Jakarta, Jumat.
Dia mengemukakan perlunya pemahaman yang lebih baik pula dari setiap kepala keluarga mengenai peran dan fungsi keluarganya dalam memastikan kesejahteraan anggota keluarga, terutama dalam hal pola asupan dan asuhan yang tepat.
Dia berharap, ada kolaborasi antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat untuk menciptakan solusi yang komprehensif dalam menangani masalah stunting dan memperkuat fungsi keluarga di Indonesia.
"Nah, hari ini yang juga menjadi tantangan tidak kalah penting adalah ternyata banyak keluarga, kepala keluarga, yang memang belum memahami fungsi keluarga dalam menyelenggarakan pola asupan dan asuhan keluarga," ucapnya.
Dia juga mengemukakan pentingnya mengubah pendekatan dari "menurunkan stunting" menjadi "mencegah adanya penambahan stunting baru".
Menurut dia, tindakan penurunan angka stunting bukan hal yang mudah.
"Kita sudah sepakat bahwa diksi menurunkan stunting itu harus diluruskan, diganti dengan mencegah penambahan stunting baru. Kenapa? Karena menurunkan stunting ini ternyata tidak mudah," ujar dia.
Dia mengatakan salah satu kendala yang dihadapi dalam mengatasi persoalan stunting berupa ketiadaan dukungan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan terhadap Pangan Olahan Untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK).
Hal itu, katanya, membuat keluarga yang memiliki balita stunting harus membeli PKMK secara mandiri.
Hal itu, katanya, membuat keluarga yang memiliki balita stunting harus membeli PKMK secara mandiri.
Sebelumnya, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) telah menyatakan optimistis angka prevalensi stunting dialami anak-anak usia bawah lima tahun (balita) secara nasional dapat mengalami penurunan menjadi 14 persen pada 2024.
"Kami optimistis angka prevalensi stunting bisa turun mencapai 14 persen di tahun 2024," kata Direktur Kesehatan Reproduksi BKKBN Marianus Mau Kuru.
Hal itu, kata dia, karena adanya kerja sama antarlembaga negara dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), maupun swasta dan pihak terkait lainnya untuk mengintervensi stunting dari pusat hingga desa-desa.